This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Valentine’s Day ???

Valentin’s day (Hari Kasih sayang) ini jatuh pada tanggal 14 Februari, hari ini sangat popular dikalangan remaja dan merupakan tradisi atau kebiasaan yang sudah mengakar dikalangan mereka yang dapat menyeret pemuda/pemudi Islam kelembah kesesatan.
Pada hari tersebut yang disebut - Hari kasih sayang – orang saling mengirimkan kartu ucapan selamat Valentine (greeting card). Ucapan Valentine-Valentine tersebut dikirim kepada rekan, anggota keluarga atau orang-orang yang di kasihi. Biasanya berisikan ucapan-ucapan cinta yang sentimentil. Selain berbentuk kartu, Valentine dapat dibentuk gift (hadiah), kotak hias berisi kembang gula, gambar-gambar pantasi, cupid (boneka berbentuk anak kecil bersayap) atau karangan bunga. Selain orang mengirimkan Ucapan Valentine, Ada juga orang yang memperingati Valentine’s Day dengan cara mengadakan pesta-pesta, dansa-dansa, menyanyikan lagu Valentine’s Day, dan lain sebagainya.

Valentine’s Day
Dari mana sih… Valentine Day itu berasal? Agar fakta tentang Valentine’s Day ini subyektif dan seaktual mungkin, dalam artian tidak dibuat-buat atau rekaan belaka maka maraji’ (referensi) sebagian diambil dari asal Valentine’s Day itu sendiri, yaitu dari dunia barat.

1. Definisi Valentine’s Day

 A day on which lovers traditionally exchange affectionate messages and gifts. It is observed on February 14, the date on which saint Valentine was martyred.¹ ³
(Sebuah hari dimana orang –orang yang sedang dilanda cinta secara tradisi saling mengirimkan pesan-pesan cinta dan hadiah-hadiah. hari itu diperingti pada tanggal 14 Februari, suatu hari dimana St. Valentine mengalami martir (orang yang di anggap mati sebagai pahlawan karna mempertahankan kepercayaan).
 The date of the modern celebration, February 14, is believed to drive in the execution of a Christian martyr, St. Valentine, on February 14, 270. ²
(Tanggal 14 Februeri, adalah perayaan modern, yang diyakini dari hari dihukum matinya seorang martir Kristen yaitu St. Valentine pada tanggal 14 Februari 270 M).
 St, Valentine adalah seorang pendeta dan tabib dari Roma yang (dianggap) martir sewaktu kaisar Claudius II pada tahun 269 M. Peringatan tersebut pada tanggal 14 Februari. Kebiasaan mengirim ucapan-ucapan Valntine berasal dari upacara penyembahan berhala yang di kaitkan dengan peribadatan Juno februalis di goa lupercal, atau bisa jadi pendapat bahwa burung-burung kawin pada tanggal 14 Februari).
 St.Valentine yang disebut itu (dalam Martyrologium Hieronymianum) adalah seorang utusan dari Rhaetia, dan dimuliakan di Passau sebagai uskup yang pertama).

Dari keempat peryataan di atas, dapat kita lihat bahwa Valentine’s day adalah untuk menghormati dan mengkultuskan St.Valentine, yang di anggap martir (orang yang mati sebagai pahlawan karena mempertahankan kepercayaan), Dia mati dibunuh pada tanggal 14 Februari 269 M (sumber lain menyebiutkan 270 M) dan juga diangggap sebagai seorang utusan dan uskup yang di muliakan. Pangambilan istilah itu juga dikaitkan dengan
luparcalia, upacara keagamaan orang Romawi Kuno, dan juga bahwa burung-burung kawin pada tanggal tersebut (bertepatan dengan musim semi).
 Luparcalia merupakan upacara keagamaan (ritual) yang dilakukan oleh orang-orang Romawi Kuno yang dilaksanakan setiap tahun untuk menyembah dewa lupercus, yang oleh mereka dianggap sebagai dewa kesubuan (Fertility), dewa padang rumput dan pelindung ternak. Sebagai suatu upacara ritual kesuburan, Lupercalia juga dihubungkan dengan penghormatan dan penyembahan kepada dewa Faunus, sebagai dewa alam ( god of nature ) da pemberi wahyu ( oracle ). Upacara atau Festival tersebut dipimpin dan diawasi suatu badan keagamaan yang disebut Luperci dan para pendetanya juga disebut Luperci.
Setiap upacara Lupercalia dimulai dengan mengorbankan beberapa ekor kambing dan seekor anjing yang dipimpin oleh para Luperci. Upacara tersebut dilakukandi dalam sebuah gua bernama Lupercal, berada dibukit Palatine, yang merupakan salah satu tujuh bukit di kota Roma. Setelah itu dua orang Luperci ( dalam sumber lain dua orang pemuda ) dibawa ke sebuah altar, kemudian sebuah pisau yang berlumuran darah disentuhkan pada kening mereka, dan darah itu diseka dengan kain wool yang telah dicelupkan kedalam susu, setelah itu kedua orang tersebut diharuskan tertawa. Kemudian para Luperci memotong kulit kambing yang dikorbankan dan dijadikan cambuk. Kemudian mereka berlari dalam dua gerombolan mengelilingi bukit Palatine dan tembok-tembok kuno di Palatine, mencambuki setiap wanita baik yang mengikuti upacara maupun yang mereka temui di jalanan. Para wanita yang menerima cambukan itu dengan senang hati karena menurut mereka cambukan itu dapat menyebabkan atau mengembalikan kesuburannya.
Setelah upacara tersebut selesai, maka sebagai pelengkap dari upacara kesuburan (fertility) dan pemurnian (purification) itu, diadakan suatu upacara tambahan. Gadis-gadis membuat pesan-pesan cinta dan menempatkannya di dalam sebuah jambangan besar, kemudian para pemuda mengambil pesan tersebut, setiap orang satu pesan. Para pemuda kemudian berpasangan dengan gadis yang pesannya diambil, dilanjutkan dengan dansa-dansi dan diakhiri dengan hubungan cinta.
Upacara Lupercalia ini berlangsung sampai pada masa pemerintah Kaisar Constantin Agung (280-337 M). Kaisar Romawi ini adalah kaisar pertama yang memeluk agama Nasrani. Lewat masuknya agama Nasrani itu dan berbagai jalan yang ditempuhnya, dia memegang peranan penting dalam hal merubah agama yang dikejar-kejar dan diancam sebelumnya, menjadi agama yang dominan (bersifat Nasional). Pengaruh agama Nasrani semakin meluas di kerajaan Romawi dan Dewan Gereja memegang peranan penting dibidang politik. Pada tahun 494 M, Dewan Gereja di bawah pimpinan Paus Gelasius I merubah bentuk upacara Lupercalia menjadi perayaan purifikasi (pemurnian/pembesihan diri). Dan pada tahun 496 M, Paus Galasius I mengubah tanggal perayaan purifikasi yang berasal dari upacara ritual Lupercia dari tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februari.

2. St. Valentine

St. Valentine adalah nama dari dua orang Kristen yang dianggap pelindung dari orang-oang yang bercinta. Sejarah Romawi mengatakan bahwa kedua orang yang bernama St. Valentine itu telah mati pada tanggal 14 Februari dengan cara dihukum penggal. Dari kedua orang itu, yang seorang dihukum di kota Roma dan yang lain di kota interamna (sekarang Terni). Keduanya dihukum di jalan flaminia (Via Flaminia), suatu jalan kuno yang membentang dari kota Roma menuju Cisalpine Gaul.
St. Valentine yang dihukum mati di Roma adalah seorang pendeta (priest) sekaligus seorang tabib (physician), yang dihukum mati dengan dipenggal lehernya, pada tahun 269 M (sumber lain menyebutkan 270 M) oleh kaisar Claudius the goth (Claudius II Ghaticus), penguasa Romawi pada waktu itu, yang melakukan pengejaran terhadap orang-orang Nasrani. Dan St. Valentine dikubur di jalan Flaminia.
Sedang St. Valentine yang satunya adalah seorang uskup (bishop) dari kota Interamna, yang dihukum mati di jalan Flaminia dekat kota tersebut, kemudian mayatnya dibawa kembali ke Interamna.
Sebab dihukum matinya St. Valentine karena telah melanggar peraturan yang dibuat oleh kaisar Claudius II. Pada sekitar 200-an Kaisar melarang para pemuda untuk kawin, karena menurutnya orang yang masih single (belum kawin) dapat menjadi tentara yang baik dari pada yang sudah kawin. Tetapi St. Valentine melanggar perintah ini dengan diam-diam mengawinkan sepasang anak muda.
Selain sebagai pendeta dan uskup, dari salah satu sumber juga diterangkan bahwa St. Valentine adalah (dikultuskan sebagai) seorang utusan dari Rhaetia.

3. Sejarah Perkembangan St. Valentine’s Day

Pada tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercalia menjadi perayaan Purifkasi. Dua tahun kemudian (496 M), Paus Galasius I mengganti tanggal pelaksanaan perayaan purifikasi (yang semula upacara Lupercalia) dari tanggal 15 Februari menjadi tanggal 14 Februai, tanggal ini (14 Februari) bertepatan dengan matinya St. Valentine yang dianggap Martir. Sebagai penghormatan dan pengkultusan terhadap St. Valentine, maka tanggal 14 Februari oleh Paus Gelasius I ditetapkan sebagai St. Valentine’s Day (Hari Valentine).
Peringatan St. Valentine’s Day ini terus berlansung, hingga pada permulaan abad ke-15 orang-orang Inggris mulai memperingati Valetine’s Day ini dengan saling mengirimkan kartu yang digambar dengan tangan. Kemudian pada sekitar permulaan abad ke-19 kartu-kartu ucapan yang dibuat dengan mesin cetak mulai beredar dan dikomersilkan. Kebiasaan mengirim Valentine-valentine pada St. Valentine’s Day ini berlanjut terus sampai sekarang.

Wahai para pemuda-pemudi generasi Islam apa yang kalian cari di dunia ini, jangan kalian ikuti kerusakan-kerusakan yang orang-orang kafir lakukan itu. Sesungguhnya yang mereka lakukan itu adalah perbuatan sia-sia lagi berdosa. Karena itu semua bukan dari ajaran islam dan para shalaful sholihpun (orang-orang yang sholih) tak ada yang mengajarkan apalagi merayakannya kerena itu adalah perbuatan yang dilarang dalam islam. Mudah-mudahan tulisan ini dapat membuat kita semua sadar akan agama yang mulia ini dan mempelajari agama kita ini dengan sungguh-sungguh agar kita terhindar dari kesesatan.


Wallahu a’lam bish-shawab

TAUHID

At-Tauhid dalam bahasa adalah pengesaan. Sedangkan menurut istilah berarti mengesakan Alloh dalam Rububiyah-Nya, Uluhiyah-Nya, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Dengan kata lain Tauhid adalah iman kepada Alloh Alloh azza wa jalla tanpa diiringi oleh kesyirikan. Ketinggian tauhid dapat kita ketahui dengan melihat keburukan lawannya, yaitu syirik, sebagaimana yang digambarkan dalam ayat berikut ini dan ayat-ayat lainnya yang banyak terdapat didalam kitab suci Al-Qur’an. Alloh azza wa jalla berfirman:


وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata pada anaknya, di waktu ia memberikan pelajaran kepadanya: (Ia berkata:) wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan Alloh, sesungguhnya mempersekutukan Alloh adalah benar-benar kedzoliman yang sangat besar. (Qs. Lukman [31]: 13), (Qs. An-Nisaa’ [4]: 48), (Qs. Az Zumar [39]: 65).

Pada awalnya manusia adalah bertauhid dan tauhid merupakan fitrah yang di karuniakan Alloh untuk manusia sebagai mana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Ar-Ruum [30] ayat: 30.


فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan luruh kepada agama (Alloh), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Alloh. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui ”.

Dan sabda Nabi Sholollohu 'alaihi wasalam:

“Setiap bayi itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Ø Syirik adalah unsur luar yang menyusup kedalam fitrah manusia, sebagai makhluk yang bertauhid pada mulanya. syirik & penyimpangan aqidah terjadi pada kaum Nabi Nuh as. Setelah orang-orang shalih diantara mereka telah meninggal, maka mereka membuat patung-patung seperti orang-orang shalih tersebut untuk mengenang mereka, tetapi setelah bergantinya generesi demi generasi, dan orang-orang yang membuat patung-patung itupun telah meninggal maka patung–patung yang dulunya hanya dibuat untuk mengenang orang-orang shalih diantara mereka, kemudian menjadi disembah oleh generasi-generasi sesudah mereka. Kemudian Alloh azza wa jalla menyuruh Nabi-Nya Muhammad j untuk menyeru manusia kepada tauhid dan mengikuti agama Ibrahim as. Beliau j berjuang keras sampai aqidah tauhid dan agama Ibrahim kembali dianut oleh ummat manusia. Beliau j menghancurkan patung-patung dan kesyirikan-kesyirikan lainnya, yang dengannya Alloh azza wa jalla menyempurnakan agama ini serta menyempurnakan nikmat-Nya untuk segenap alam. Itulah generasi-generasi pertama yang diutamakan dari ummat ini berjalan diatasnya, kemudian kebodohan (tentang agama) merajalela pada generasi-generasi akhir dan unsur-unsur dari agama lain yang merasukinya, sehingga kembali merebaklah kesyirikan-kesyirikan di tengah-tengah ummat ini. hal ini juga disebabkan oleh da’i-da’i sesat dan didirikannya bangunan-bangunan diatas kuburan-kuburan sebagai pengagungan terhadap wali dan orang shalih atau orang-orang yang di anggap shalih oleh meraka dengan dalih cinta kepada mereka, sehingga dibangunlah di atas kuburan-kuburan mereka bangunan-bangunan peringatan, dan dijadikan sesembahan-sesembahan selain Alloh dengan segala bentuk pendekatan, baik dengan do’a, meminta pertolongan, menyembelih qurban, atau bernadzar karena kedudukan mereka. Ini adalah perbuatan syirik dalam beribadah kepada Alloh. Dan syirik ini dapat mengeluarkan palakunya dari Islam (kafir/murtad). 0

Tauhid terbagi atas tiga bagian yaitu:

* Tauhid Rububiyah

* Tauhid Uluhiyah

* Tauhid Asma’ wa Sifat

v Tauhid Rububiyah Yaitu pengesaan dan pensucian Alloh azza wa jalla dalam kekuasaan dan perbuatan-perbuatan-Nya. Dan tiada syirik (sekutu) bagi-Nya.

Alloh azza wa jalla berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan) (Qs. Al-Fathir [35]: 3)

يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ كُلٌّ يَجْرِي لأجَلٍ مُسَمًّى ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ

" Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari." (Qs. Fathir [35]: 13), (Qs. Al-A’raaf [7]: 54)

Dari kandungan tauhid Rububiyah, bahwasanya hanya Allohazza wa jalla lah pencipta alam ini dan semua apa-apa yang ada, pemberi dan pencegah, penghidup dan pemati, pengada dan peniada. Tiada sekutu bagi-Nya. Alloh azza wa jalla berfirman:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَاتِ وَالنُّورَ ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ

“segala puji bagi Alloh yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka. (Qs. Al-An’am [6]: 1), (Qs. Ali-Imran [3]: 26-27), (Qs. Al-Muminun [23]: 84-89).

Ø Hanya Alloh azza wa jalla lah penguasa tertinggi, tidak ada batas dari kekuasaan-Nya, tidak ada kekuasaan yang menandingi-Nya, semua yang dikehendaki-Nya terjadi dan semua yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan pernah terjadi. Tidak ada keinginan lain yang bisa terlaksana bila bertentangan dengan keinginan-Nya. Tidak ada yang dapat mencegah-Nya dari apa pun juga. Hanya Dia-lah Alloh yang memuliakan dan menghinakan, mengangkat dan merendahkan, mengkayakan dan memiskinkan, yang memberi manfaat dan madharat. Dan tidak ada yang menyekutui-Nya dalam hal Rububiyah-Nya.

Alloh azza wa jalla berfirman:


قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ


“Katakanlah: “wahai Rabb yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau memuliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Qs. Ali-Imran [3]: 26).

Alloh-lah pengatur dan penentu sega-galanya Raja dan Pemilik semuanya. Maha suci Alloh azza wa jalla darisifat kekurangan dan kelemahan. Maha suci Alloh dari kesamaan dengan apa pun juga. Alloh azza wa jalla berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأمْرَ مَا مِنْ شَفِيعٍ إِلا مِنْ بَعْدِ إِذْنِهِ ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ أَفَلا تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorang pun yang akan memberi syafaat kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran“ (Yunus [10]: 3), (Qs. Asy-Syuuraa’ [42]: 11), (Qs. As-sajdah [32]: 5), (Qs. Al-An’aam [6]: 100).

Ø Tidak ada satu dzat pun yang menyekutui Alloh azza wa jalla dalam hal Rububiyah-Nya, menyamai-Nya, menandingi-Nya, atau mendekati derajat-Nya. Barang siapa yang beranggapan atau berkepercayaan bahwa ada dzat lain yang mempunyai hak Rububiyah, baik seluruhnya atau sebagiannya, maka orang itu telah berbuat syirik kepada Alloh dan menjadi orang musyrik yang kekal di Jahannam apabila dia mati dalam keadaan itu, walaupun dia dari keluarga muslim, melaksanakan shalat, puasa, zakat, haji ataupun berjihad fii sabiilillah maka apa yang di usahakannya itu sia-sia belaka. Alloh azza wa jalla berfiman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan pada orang-orang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (Qs. Az-Zumar [39]: 65).

v Tauhid Uluhiyah adalah Mengesakan Alloh dalam hal Ibadah. Tauhid Uluhiyah mencakup tiga masalah pokok:

Ø Nusuk (peribadatan).

Ø Hakimiyah (Tasyri’),

Ø Al-wala’ wa Al-Bara’.

* Tauhid Uluhiyah pada nusuk: yang dimaksud dengan nusuk adalah praktek-praktek peribadatan seperti shalat, do’a, qurban, haji, zakat, nadzar, dan sebagainya. Semua praktek- praktek peribadatan tersebut harus sepenuhnya diserahkan hanya kepada Alloh saja, barang siapa yang memberikan salah satu peribadatan atau seluruhnya kepada selain Alloh, maka orang itu telah melakukan kesyirikan yang besar sekali.

Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), roja’(mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (harap) dan rohbah (cemas) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik & hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Alloh azza wa jalla berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (Qs. Adz-Zdaariyaat [51]: 56).

Alloh azza wa jalla memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Alloh azza wa jalla dan Alloh MahaKaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, tetapi merekalah yang membutuhkanya; karena ketergantungan mereka kepada Alloh, maka mereka menyembah-Nya sesuai dengan aturan syari’at-Nya. maka barang siapa yang menolak ibadah kepada Alloh berarti ia adalah telah membangkang dan sombong. Siapa yang menyembah-Nya tetapi tidak dengan apa yang disyari’atkan-Nya maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan mengikuti syari’at-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan Alloh). Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati seperti: Dzikir, tasbuh, tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat, zakat, shaum, haji, jihad, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Alloh dan Rasul-Nya, khasyyatullah (takut kepada Alloh), inabah (kembali) kepada-Nya, ikhlas kepada-Nya, sabar terhadap hukum-Nya, ridha dengan qadha’-Nya, tawakal, mengharap nikmat-Nya dan takut akan siksa-Nya. Sesungguhnya ibadah itu berdasarkan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), roja’ (harapan).

q Rasa cinta ini harus diiringi dengan sikap rasa rendah diri, sedangkan khauf harus diiringi dengan roja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Alloh azza wa jalla barfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mikmin:


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al Maidah [5]: 54).


وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ

“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).”. (Qs. Al Baqarah [2]: 165).

Alloh azza wa jalla berfirman menyifati para Rasul dan Nabi-Nya
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ

“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan istrinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami.”. (Al Anbiya’ [21]: 90).

Sebagian Salaf berkata: “siapa yang menyembah Alloh dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq. Siapa yang menyembah-Nya dengan roja’ (harap) saja maka ia adalah murji’. Dan siapa yang menyembah-Nya dengan rasa khauf (takut) saja, maka ia adalah haruriy. Siapa yang menyembahNya dengan hubb, khauf, dan roja’ maka ia adalah mukmin muwahhid. ”Hal ini disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Risalah Ubudiyah.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata dalam Nuniyah-nya:

“Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya, beserta kepatuhan penyembah-Nya. Dua hal ini ibarat dua kutub. Di atas kaduanyalah orbit ibadah baredar. Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak. Sumbunya adalah perintah , perintah RasulNya. Bukan hawa nafsu dan syetan”.

Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah diatas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Alloh azza wa jalla , dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah Rasul dan syari’atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan syetan. Karena hal yang demikian itu bukanlah ibadah. Apa yang disyariatkan Rasulullah j itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid’ah, nafsu dan khurafat.

v Ibadah ada dua macam, yaitu:

Ø Ibadah kawniyyah, yaitu tunduk kepada perintah Alloh azza wa jalla yang bersifat kawniyyah yang mencakup seluruh makhluk, di mana tidak ada seorangpun yang dapat menghindarinya. Ibadah jenis ini mencakup orang mu’min dan orang kafir, namun tidak dipuji karenanya sebab hal itu tidak dikarenakan perbuatan (kemauan)nya. Namun terkadang adakalanya terpuji manakala ia bersyukur ketika lapang, dan bersabar ketika mendapat musibah.

Ibadah syar’iyyah, yaitu tunduk kepada Alloh azza wa jalla dengan menjalankan perintah syar’i-Nya. Ibadah jenis ini khusus bagi orang taat kepada Alloh dan mengikuti ajaran yang dibawa oleh para Rasul-Nya. Dan semua bentuk ibadah jenis ini adalah terpuji.

v Adapun syarat-syarat diterimanya ibadah (amal) adalah :

o Ikhlas karena Alloh senata, tanpa adanya syirik.

o ‘Itiba (sesuai dengan tuntunan Rasulullah j ).

Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat Laa ilaaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Alloh dan jauh dari syirik kepadaNya.

Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena itu ia menuntut ta’at kepada Rasul j, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla :

بَلَى مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَلا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Alloh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Al Baqarah [2]: 112).

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Alloh. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasulullah j.

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan: “Inti agama adalah dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Alloh, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah”. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla :

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Katakanlah: "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa". Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya".”. (Qs. Al-Kahfi [18]: 110).

Yang demikian adalah manifestasi (pewujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaha illallah Muhammad Rasulullah.

Pada syarat yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepadaNya. Pada syarat yang kedua, bahwasanya Muhammad adalah utusanNya yang menyampaikan ajaranNya. Mak kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menta’ati perintahnya. Beliau j telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Alloh, dan Beliau melarang kita dari hal-hal yang baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu sesat. 0

* Tauhid Uluhiyah pada Hakimiyah (tasyri') adalah mengakui bahwa hanya Alloh-lah yang berhak untuk membuat hukum-hukum, baik hukum-hukum peribadatan maupun hukum-hukum keduniaan. Hanya hukum Alloh-lah yang harus di terapkan dan di tegakkan diseluruh dunia ini. Barang siapa yang menolak hukum Alloh azza wa jalla atau menggantikan hukum-Nya dengan undang-undang buatan makhluk, menerapkan hukum-hukum buatan makhluk dan meninggalkan hukum-hukum Alloh, maka orang itu telah terjatuh dalam kesyirikan yang besar.

Alloh azza wa jalla berfirman:
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Qs. Al-Maidah [5]: 44).

Ø Allah azza wa jalla Pencipta segala-galanya dan Dia-lah Pemilik segala-galanya. Segala yang ada di wujud ini adalah Milik Alloh. Hanya Dia-lah yang berhak berbuat apa saja yang Dia kehendaki atas makhluk-Nya. Hanya Dia-lah yang berhak membuat peraturan-peraturan untuk mengatur makhluk-Nya. Barangsiapa yang membuat tandingan dalam hukum-hukum-Nya atau mengganti-Nya dengan hukum-hukum buatan manusia, maka celakalah orang itu, yang dia telah terjatuh kedalam suatu perbuatan kesyirikan yang sangat besar, disadari atau tidak dia telah keluar dari millah Muhammad j, (telah kafir).

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Kitab Majmu’ Al-Fatawa’ 3/267: “Bila seseorang menghalalkan apa-apa yang telah pasti keharamannya atau mengharamkan apa-apa yang telah pasti (diijma’kan) kehalalannya atau mengganti syari’at Islam dengan lainnya maka orang itu telah kafir menurut kesepakatan Ulama”.

* Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata dalam Kitab Ahkam Ahli Adz-Dzimah 1/259: “Telah datang dalam Al-Qur’an dan ijma’ yang benar bahwa agama Islam telah membatalkan semua agama sebulumnya dan bahwasanya barangsiapa yang mengikuti Taurat dan Injil dan tidak mengikuti Al-Qur’an, maka orang itu telah kafir.

* Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam Kitab Al-Bidayah wa An-Nihayah 3/119: “Barang siapa yang meninggalkan syari’at yang diturunkan atas Nabi Muhammad j dan berhukum dengan syari’at-syari’at yang sudah dibatalkan, maka orang itu telah kafir. Apalagi orang-orang yang berhukum dengan yasiq (hukum buatan manusia) dan mengutamakannya. Barang siapa melakukan yang demikian, maka dia telah kafir menurut ijma’ ummat Islam”.

* Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Kitab Ad Durar Assaniyyah 1/113 : “Bila amalan kamu seluruhnya adalah bagi Alloh maka kamu Muwahid, dan bila ada sebagian yang dipalingkan kepada makhluk maka kamu adalah musyrik”. Beliau rahimahullah juga berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 1/323 dan Minhajut Ta’siis hal: 61 : Sekedar mengucapkan kalimat syahadat tanpa mengetahui maknanya dan tanpa mengamalkan tuntutannya maka itu tidak membuat mukallaf itu menjadi muslim, dan justru itu menjadi hujah atas dia …Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Alloh, dan dia itu beribadah kepada yang selain Alloh (pula) maka kesaksiannya itu tidak dianggap meskipun dia itu shalat, zakat, shaum, dan melaksanakan sebagian ajaran Islam.”

* Syaikh Hamd Ibnu ‘Atieq rahimahullah berkata dalam Kitab Ibthalit Tandiid hal 76: Para Ulama telah ijma’ bahwa sesungguhnya memalingkan satu dari dua macam do’a kepada selain Alloh, maka dia itu adalah musyrik meskipun dia itu mengucapkan Laa ilaaha Ilallaah Muhammad Rasulullah, dia shalat, shaum dan dia mengaku Islam”.

* Syaikh Abdullatif Ibnu Abdurrahman Ibnu Hasan rahimahullah mengatakan dalam Kitabnya Mishbahudh dhalaam hal 37: Siapa yang beribadah kepada selain Alloh, dan menjadikan tandingan bagi Tuhan-nya, serta menyamakan antara Dia dengan yang lainnya maka dia itu adalah musyrik yang sesat bukan muslim meskipun dia memakmurkan lembaga-lembaga pendidikan, mengangkat para qodhi, membangun mesjid, dan adzan, kerena dia tidak komitmen dengan (tauhid)nya, sedangkan mengeluarkan harta yang banyak serta berlomba-lomba dalam menampakan syi’ar-syi’ar amalan, maka itu tidak menyebabkan dia memiliki predikat sebagai muslim bila dia meninggalkan hakikat Islam itu (tauhid)”.

* Ini adalah perkataan sebagian Ulama tentang Islam dan syirik. Sebelumnya Rasulullah j telah mengisyaratkan dua macam syirik yang akan melanda ummat ini secara besar-besaran yaitu syirik ibadatil autsaan (syirkul qubur/ syirik kuburan) dan syirkulluhuuq bil musyrikiin (syirik qushur waddustuur/ syirik aturan). Dan kedua macam syirik ini telah merebak di kalangan ummat ini. Syirik yang pertama adalah syirik mutadayyiniin (syirik orang-orang yang masih rajin beribadah), ini dapat dilihat saat berjubelnya mereka di tempat-tempat dan kuburan-kuburan keramat, dan syirik. yang kedua adalah syirik ‘ilmaaniyyiin (orang-orang sekuler) dan Islamiyyin (orang-orang yang mengaku dari jama’ah-jama’ah dakwah Islamiyyah yang dengan dalih maslahat dakwah mereka masuk atau menggunakan system syirik yang ada.

Ø Dan setiap orang yang memposisikan dirinya sebagai musyarri’ (pembuat hukum dan perundang-undangan) bersama Alloh. Maka mereka termasuk kedalam kategori thagut, baik dia itu seorang pemimpin atau rakyat, baik dia itu sebagai wakil rakyat dalam legislatif atau orang yang diwakilinya dari kalangan orang-orang yang memilihnya…… karena dia dengan perbuatan itu telah melampaui batas yang telah Alloh azza wa jalla ciptakan baginya, sebab dia itu diciptakan sebagai hamba Alloh, dan Rabb-Nya memerintahkan dia untuk tunduk berserah diri kepada syari’at-Nya, namun dia enggan, menyombongkan diri, dan melampaui batas-batas Alloh azza wa jalla, dia justru ingin menjadikan dirinya sebagai tandingan bagi Alloh dan menyekutui-Nya dalam wewenang tasyri’ (penetapan hukum dan perundang-undangan) dan hal itu tidak boleh dipalingkan kepada selain Alloh azza wa jalla dan barang siapa yang memalingkan hal itu maka dia telah menjadikan dirinya sebagai ilaah musyarri’ (tuhan yang membuat hukum), sedang orang seperti itu tidak diragukan lagi merupakan bagian dari ru’uusuththawaghiit (pentolan-pentolan thaghut) yang di mana tauhid dan Islam seseorang tidak sah sehingga dia kafir tehadap thaghut itu, menjauhinya, serta baro’ah (berlepas diri) dari para panyembahnya dan dari bala tentaranya …

Alloh azza wa jalla berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisaa’ ayat 60:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلالا بَعِيدًا

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.”

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Oleh sebab itu orang yang memutuskan hukum dengan selain Kitabullah yang dimana dia itu menjadi rujukan hukum, dia itu dinamakan thaghut. Dalam kitab (Majmu Al-Fatawaa 28/201).

* Ibnu Qoyyim rahimahullah berkata: Thaghut adalah segala sesuatu yang dilampaui batasnya oleh si hamba, baik dia itu yang disembah, atau yang diikuti, atau yang ditaati, sehingga thaghut setiap kaum adalah orang yang mereka jadikan sebagai rujukan hukum selain Alloh dan Rasul-Nya, atau yang mereka sembah selain Alloh, atau yang mereka ikuti tanpa ada landasan dalil dari Alloh, atau orang yang mereka taati dalam hal yang tidak mereka ketahui bahwa itu adalah bentuk ketaatan kepada Alloh”. Beliau rahimahullah berkata lagi: “Siapa yang merujuk hukum atau mengadukan perkara hukum kepada selain apa yang telah dibawa oleh Rasulullah j maka berarti dia itu telah merujuk hukum dan mengadukan perkara hukum kepada thaghut”. Dalam Kitab (A’laamul Muwaqqi’iin ‘An Rabbil’aalamiin 1/50).

* Umar bin Khathab d berkata: Thaghut itu syaitan.

* Mujahid berkata: Thaghut adalah syaitan (dalam bentuk) manusia, yang para pengikutnya mengikuti hukum-hukumnya (yang bertentangan dengan hukum Alloh azza wa jalla dan dialah pemimpin mereka.

* Imam Malik rahimahullah berkata: Thaghut adalah setiap dzat yang diibadahi selain Alloh. pendapat ini di benarkan oleh Syaikh Sulaiman bin Abdullah dengan tambahan: kecuali mereka yang diibadahi tanpa keridhoan mereka (seperti Nabi ‘Isa as).

Ø Banyak lagi perkataan-perkataan Salafus salih tantang thaghut yang menuju kepada satu arti yaitu: “Thaghut adalah makhluk yang melewati batas kehambaannya dengan mencoba mengangkat dirinya atau diangkat dirinya dan dia meridhoi akan pengangkatan itu untuk menjadi tandingan Alloh azza wa jalla dalam ketuhanan-Nya. Oleh karena itu dalam melaksanakan tauhid selalu disyari’atkan berkufur kepada thaghut. Dari sini diketahui bahwa semua dzat yang dijadikan sebagai tandingan Alloh azza wa jalla adalah thaghut. 0

v Al-Wala’ wa Al-Baro’: Wala’ adalah kata masdar dari kata fi’il “waliya” yang artinya dekat. yang di maksud wala di sini adalah dekat kepada kaum muslimin dengan mencintai mereka, membantu dan menolong mereka atas musuh-musuh mereka dan bertempat tingggal bersama mereka. Adapun Baro’ adalah masdar dari Baro’ah yang berarti memutus atau memotong. Maksud Baro’ di sini ialah memutus hubungan atau ikatan hati dengan orang-orang kafir, sehingga tidak lagi mencintai mereka, membantu dan menolong mereka serta tidak tinggal bersama mereka. Diantara hal Al-Wala’ wa Al-Baro’ adalah mencintai ahlinya yaitu para Muwahidin, serta memutuskan hubungan dengan para musuh-musuhnya yaitu kaum kafir/ musyrikin. Alloh azza wa jalla berfirman:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ * وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah) * Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”. (Qs. Al-Maidah [5]: 55,56)

* Al-Wala’ adalah kedekatan, kecintaan dan pembelaan terhadap Alloh azza wa jalla, agama-Nya, Rasul-Nya, dan kaum mukminin serta menjauhkan diri, membenci dan memusuhi kaum kafirin dan kekufurannya. Alloh azza wa jalla berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat lalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal).” (Qs. Al-Baqarah [2]: 165).

Rasulullah j bersabda:

“Barangsiapa mencintai karena Alloh, membenci karena Alloh, memberi karena Alloh dan tidak memberi karena Alloh, Maka dia telah melengkapi iman”. (HR. Abu Daud, Imam Ahmad dan Al-Baghawi).

* Al-Baro’ adalah berlepas diri, memutuskan hubungan dengan orang-orang kafir dan tidak tinggal bersama mereka. Dan Al-wal’ wa Al-Baro’ ini adalah salah satu prinsip besar yang dipegang kokoh oleh para anbiyaa’ dan shalihin sebelum kita. Alloh azza wa jalla berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,”. (Mumtahanah [60]: 4).

Al-Wala’ kepada Alloh azza wa jalla, Rasul-Nya j, dan agama-Nya adalah Al-Wala’ yang mutlak dan Al-Baro’ terhadap kaum kafir dan kekufurannya adalah Al-Baro’ yang mutlak. Sedangkan diantara kaum muslimin, maka pada dasarnya dan pada umumnya adalah Al-Wala’ yang terkadang harus diiringi oleh Al-Baro’ yang nisbi terhadap ahli maksiat dan ahli bid’ah. Masing-masing menurut besar kecilnya penyelewengan yang dia kerjakan. Tetapi bagaimana pun juga keadaan mereka, selama mereka berada didalam lingkaran Islam (tidak menyekutukan Alloh/ Syirik akbar), Al-Wala’ tetap menjadi dasar. Al-Wala’ wa Al-Baro’ ini adalah merupakan bagian dari Tauhid yang penting sekali, dan Al-Wala’ wa Al-Baro’ bisa mengeluarkan seseorang dari agama Islam. Merubah status orang tersebut dari status Mu’min ke status Kafir. Alloh azza wa jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu). Sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Qs. Al-Maidah [5]: 51).

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Qs. Al-Mumtahanah [60]: 1), (Qs. Al-Mujadilah [58]: 22), (Qs. Al-Anfal [8]: 73).

Dari ayat-ayat diatas jelaslah tentang wajibnya loyalitas kepada orang-orang mu’min, dan memusuhi orang-orang kafir, serta menjelaskan kewajiban loyalitas kepada sesama ummat Islam adalah kebajikan yang amat besar, dan loyal kepada orang kafir adalah bahaya yang besar. Kedudukan Al-wala’ wa Al-Baro’ dalam Islam sangat tinggi, kerena dialah tali iman yang paling kuat. Sebagaimana sabda Rasulullah j :

“Tali iman paling kuat adalah cinta karena Alloh dan benci karena Alloh”. (HR. Ibnu Jarir).

v Mudahanah dan kaitannya dengan Al-Wala’ wa Al-Baro’

Mudahanah adalah berpura-pura, menyerah dan meninggalkan kewajiban amar ma’ruf nahi munkar serta melalaikan hal tersebut karena hal keduniawian atau ambisi pribadi. Maka berbaik hati, bermurah hati atau berteman dengan ahli maksiat tatkala mereka sedang bermaksiat, sementara ia tidak melakukan pengingkaran (amar ma’ruf nahi munkar) padahal ia mampu melakukannya maka itulah yang disebut Mudahanah. Kita dapat melihat kaitan antara mudahanah dengan Al-wala’ wa Al-Baro’ dengan melihat arti dan definisinya, yaitu meninggalkan pengingkaran terhadap orang-orang yang bermaksiat padahal ia mampu untuk melakukannya. Bahkan sebaliknya ia menyerah kepada mereka dan berpura-pura baik kepada mereka. Hal ini berarti meninggalkan cinta karena Alloh dan permusuhan karena Alloh. Bahkan ia malah memberi dorongan kepada para pendurhaka dan pendusta itu. Maka orang penjilat atau mudahin seperti ini termasuk dalam firman Alloh azza wa jalla :
لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ * كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ * تَرَى كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ خَالِدُونَ

“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas * Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu * Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan." (Qs. Al-Maidah [5]: 78-80).

v Mudarah serta pengaruhnya terhadap Al-Wala’ wa Al-Baro’.

Mudarah adalah menghindari mafsadat (kerusakan) dan kejahatan dengan ucapan yang lembut atau dengan meninggalkan kekerasan dan sikap kasar, atau berpaling dari orang jahat apabila ditakutkan kejahatannya atau terjadinya hal yang lebih besar dari kejahatan yang sedang ia lakukan. Dalam sebuah hadits disebutkan: Dari Aisyah r.ha bahwa seorang laki-laki meminta izin masuk menemui Nabi j, seraya berkata, ”Dia saudara yang jelek dalam keluarga”. Kemudian ketika orang itu masuk dan menemui Nabi j, Beliau berkata kepadanya dengan ucapan yang lembut. Maka Aisyah r.ha berkata, “Engkau tadi berkata tentang dia separti apa yang yang engkau katakan”.

Maka Rasulullah j bersabda:

“Sesungguhnya Alloh membenci ‘fushi’ (ucapan keji) dan ‘tafahusy’ (berbuat keji)”. (HR. Ahmad dalam musnad). Nabi j telah berbuat mudarah dengan orang tadi ketika ia menemui Nabi j padahal orang itu jahat karena Beliau menginginkan kemaslahatan agama. Maka hal itu menunjukan bahwa mudarah tidak bertentang dengan Al-Wala’ wa Al-Baro’, kalau mengandung kemaslahatan lebih banyak dalam bentuk menolak kejahatan atau menundukan hatinya atau memperkecil dan memperingan kejahatan. Ini adalah salah satu metode dalam berdakwah kepada Alloh azza wa jalla . termasuk didalamnya adalah mudarah Nabi j terhadap orang-orang munafik karena khawatir akan kejahatan mereka dan untuk menundukan hati mereka dan orang lain.

v Hukum menyambut dan bergembira dengan hari raya orang kafir.

“Sesungguhnya konsekuensi terpenting dari sikap membenci orang-orang kafir ialah menjauhi syi’ar dan ibadah mereka. Sedangkan syi’ar mereka yang paling besar adalah hari raya mereka, baik yang berkaitan dengan tempat ataupun waktu. Maka orang Islam wajib menjauhi dan meninggalkannya. Ada seorang lelaki yang datang kepada Rasulullah j untuk meminta fatwa kerena ia telah bernadzar memotong hewan di Buwanah (nama sebuah tempat), maka Nabi j menyatakan kepadanya:


“Apakah disana ada berhala-berhala orang Jahiliyah yang disembah?” Dia menjawab, “Tidak“. Beliau j bertanya, “Apakah di sana tempat dilaksanakannya hari raya dari hari-hari raya mereka? “Tidak”. Maka Nabi j bersabda, Tepati nadzarmu, karena sesungguhnya tidak boleh melaksakan nadzar dalam bernaksiat terhadap Alloh dalam hal yang tidak di miliki oleh anak Adam”. (HR. Abu Daud dengan sanad yang sesuai dengan syarat Al-Bukhari dan Muslim). Hadits ini menunjukan bahwa tidak bolehnya menyembelih karena Alloh ditampat yang digunakan menyembelih untuk selain Alloh, sebab hal itu berarti mengikuti mereka dan menolong mereka dalam mengagungkan syi’ar-syi’ar mereka atau menjadi wasilah yang menghantarkan kepada syirik. Begitu pula dalam merayakan hari raya mereka mengandung wala’ kepada mereka dan mendukung mereka dalam menghidupkan syi’ar-syi’ar mereka. Dan yang paling dilarang adalah menampakkan rasa gembira pada hari raya mereka, meliburkan pekerjaan, sekolah, memasak masakan sehubungan dengan hari raya mereka. Dan diantaranya lagi adalah menggunakan kalender Masehi, karena hal itu menghidupkan kenangan mereka terhadap hari raya Natal bagi mereka. Karena itu para sahabat Rasul j menggunakan kalender Hijriyah sebagai gantinya.

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Ikut merayakan hari-hari raya mereka itu tidak di perbolehkan karena dua alasan:

* Bahwa hal tersebut mengikuti ahli kitab, yang tidak ada dalam ajaran kita (Islam) dan tidak ada dalam kebiasaan Ulama salaf.

* Karena hal itu adalah bid’ah yang diada-adakan. Alasan ini jelas menunjukan sangat di benci hukumnya menyerupai mereka dalam hal itu.

* Beliau rahimahullah juga mengatakan: “Tidak halal bagi kaum muslimin bertasyabhuh (menyerupai) mereka dalam hal-hal yang khusus bagi hari raya mereka: makanan, pakaian, mandi, menyalakan lilin, meliburkan kebiasaan bekerja dan beribadah atau pun yang lainnya. Tidak halal mengadakan kenduri atau memberi hadiah atau menjual barang-barang yang diperlukan untuk hari raya tersebut. Tidak halal mengizinkan anak-anak ataupun yang lainnya melakukan permainan pada hari itu. Juga tidak boleh menampakan perhiasan. Ringkasnya tidak boleh melakukan sesuatu yang menjadi ciri khas mereka pada hari itu. Hari raya mereka bagi ummat Islam haruslah seperti hari-hari biasanya, tidak ada hal istimewa atau khusus yang di lakukan oleh ummat Islam. Adapun jika hal-hal tersebut dilakukan oleh ummat Islam dengan tidak sengaja, maka berbagai golongan dari kaum Salaf dan kholaf menganggapnya makruh. Sedangkan pengkhususan seperti yang tersebut diatas maka tidak ada perbedaan di antara Ulama, bahkan sebagian Ulama menganggap kafir orang yang melakukan hal tersebut, karena dia telah mengagungkan syi’ar-syi’ar kekufuran. Segolongan Ulama mengatakan, “Barang siapa yang menyembelih kambing pada hari mereka (demi merayakannya), maka seolah-olah dia menyembelih babi”.

v Hukum Ikut Merayakan Pesta, Walimah, Hari Bahagia, atau Hari Duka Mereka Dengan Hal-hal yang Mubah serta Berta’ziyah pada Musibah Mereka.

Tidak boleh memberi ucapan selamat (tahni’ah) atau ucapan belasungkawa (ta’ziyah) kepada mereka, karena hal itu memberikan wala’ dan mahabbah kepada mereka. Juga dikarenakan hal tersebut mengandung arti pengagungan (penghormatan) terhadap mereka. Maka hal itu diharamkan berdasarkan larangan-larangan ini. Sebagai mana mengucapkan salam terlebih dahulu atau membuka jalan bagi mereka.

* Ibnu Qoyim rahimahullah berkata: “Hendaklah berhati-hati jangan sampai terjerumus sebagaimana orang-orang bodoh, ke dalam ucapan-ucapan yang menunjukan ridho mereka terhadap agamanya. seperti ucapan mereka, “Semoga Alloh membahagiakan kamu dengan agamamu”, atau “memberkatimu dalam agamamu”, atau berkata: “Semoga Alloh memuliakanmu”. Kacuali jika berkata, ”Semoga Alloh memuliakanmu dengan Islam”, Itu semua tahni’ah dengan perkara-perkara umum. Tetapi jika tahni’ah dengan syi’ar-syi’ar kufur yang khusus milik mereka seperti hari raya dan puasa mereka, dengan mengatakan “Selamat hari raya Natal” umpamanya atau “Berbahagialah dengan hari raya ini” atau yang senada dengan itu, maka ucapan-ucapan itu adalah haram hukumnya dan di khawatirkan pelakunya jatuh kedalam kekufuran. sebab itu sama halnya dengan memberikan ucapan selamat, terhadap sujud mereka kepada salib. Banyak sekali orang yang terjerumus dalam hal ini tanpa menyadari buruknya ucapan ini. Maka barangsiapa memberikan ucapan selamat kepada seseorang yang melakukan bid’ah, maksiat, ataupun kekufuran maka dia telah menantang murka Alloh ‘Azza wa jalla. 0

v Hukum Meniru Kaum Kuffar & Macam-macamnya

Meniru kaum kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka atau adat mereka adalah haram dan diancam dengan ancaman yang keras, karena itu merupakan bentuk wala’ kepada mereka. Padahal Rasulullah j telah bersabda:

“Barang siapa bertashabhuh (menyerupai) dengan suatu kaum maka ia termasuk golongannya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan dan dishahih-kan oleh Ibnu Hibban).

Ø Meniru dalam hal-hal yang menjadi ciri khas mereka terbagi menjadi beberapa bagian : ada yang kufur, ada yang mengarah kepada kekufuran atau kefasikan dan ada yang tergolong maksiat.

* Meniru mereka dalam hal ajaran atau bagian dari agama mereka yang bathil, seperti mendirikan bangunan diatas kuburan, atau mengkultuskan sebagian makhluk dengan menjadikannya sebagai tuhan-tuhan kecil di samping Alloh dengan beri’tikaf diatas kuburan mereka, atau mentaati mereka dalam pengharaman dan penghalalan, serta menghukumi dengan selain apa yang diwahyukan oleh Alloh, ini adalah kafir kepada Alloh atau merupakan perantara yang menghantarkan mereka kepada kekufuran. Rasulullah j melaknat orang Yahudi & Nashrani karena mereka menjadikan kuburan-kuburan sebagai tempat ibadah. (HR. Al-Bukhari & Muslim). Dan sebagaimana firman Alloh ‘Azza wa jalla :


اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putra Maryam padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan” (Qs. At-Taubah [9]: 31).

Maka perbuatan mereka menjadikan para orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan selain Alloh ‘Azza wa jalla adalah kufur. Sedangkan mendirikan bangunan diatas kuburan adalah penghantar kepada kekufuran.

* Sedangkan meniru-niru mereka dalam hal bid’ah yang mereka ada-adakan dalam agama mereka dalam hari-hari raya mereka yang bathil, ini hukumnya adalah Haram.

* Dan meniru mereka dalam hal adat istiadat dan akhlak mereka yang buruk serta budaya mereka yang kotor, juga penampilan mereka yang tercela, seperti mencukur jenggot, mengumbar aurat dan lain sebagainya. ini adalah permasalahan yang sangat luas dan semua itu adalah haram hukumnya, maka orang tersebut termasuk dalam sabda Rasulullah j:

“Barang siapa bertashabhuh (menyerupai) dengan suatu kaum maka ia termasuk golongannya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan dan dishahih-kan oleh Ibnu Hibban).

.

Adapun hal yang bukan menjadi ciri khas mereka, bahkan merupakan hal-hal milik bersama semua manusia, seperti mempelajari tentang industri yang sangat bermanfaat, membangun kekuatan, memanfaatkan apa-apa yang dibolehkan Alloh, semisal perhiasan yang telah dikeluarkan untuk hamba-Nya, memakan hasil-hasil bumi yang baik-baik, maka semua itu tidaklah taqlid (meniru), bahkan itu temasuk ajaran agama kita. Dan pada dasarnya ia adalah milik kita, sedangkan mereka dalam hal ini hanyalah mengikuti kita.

Alloh azza wa jalla berfirman:
قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِينَ آمَنُوا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

“Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat. Demikianlah Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang mengetahui. (Qs. Al-A’raf [7]: 32), (Qs. Al-Anfal [8]: 60), (Qs. Al-Hadid [57]: 25).

v Tauhid Asma’ wa Sifat (mentauhidkan Alloh dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya) adalah keyakinan yang pasti bahwa Alloh mempunyai nama-nama yang Mulia dan sifat-sifat yang Agung serta sempurna, yang tidak diiringi oleh sesuatu arti kekurangan, kelemahan atau keburukan, separti yang telah dikabarkan oleh Alloh azza wa jalla sendiri didalam Kitab-Nya dan oleh Rasulullah j didalm hadits-haditsnya. Alloh azza wa jalla berfirman:

وَلِلَّهِ الأسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Hanya milik Allah asmaulhusna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaaulhusna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan“. (Al-A’raf [7]: 180)

Dan sebagaimana sabda Rasulullah j :


“Ya Alloh, aku memohon kepada-Mu dengan segala nama yang Engkau miliki, yang dengan nama itu Engkau namakan diri-Mu atau Engkau ajarkan kepada salah seorang makhluk-Mu atau tetap Engkau simpan dalam Ilmu ghaib disisi-Mu”. (HR. Imam Ahmad 1/391).

Dengan ini kita harus mengimani apa-apa yang telah Alloh tetapkan dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya, tanpa ta’wil dan ta’thil, tanpa takyif dan tamtshil. Alloh azza wa jalla berfirman:

فَاطِرُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَمِنَ الأنْعَامِ أَزْوَاجًا يَذْرَؤُكُمْ فِيهِ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.“ (Asy-Syuuraa [42]: 11).

Dan dalam surat ini telah jelas bahwa Alloh menafikan jika ada yang menyerupai-Nya, dan Dia menetapkan bahwa Dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia di sifati dengan nama & sifat yang Dia berikan untuk Diri-Nya dan dengan nama dan sifat yang disampaikan oleh Rasul-Nya j. Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam hal ini tidak boleh dilanggar, karena tidak seorang pun yang lebih mengetahui Alloh daripada Alloh sendiri, dan tidak ada- sesudah Alloh- orang yang lebih mengetahui Alloh daripada Rasul-Nya j . Dan barang siapa yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Alloh ‘Azza wa jalla atau menamakan dan menyifati Alloh dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluk-Nya, atau men-ta’wil-kan dari makna yang sebenarnya, maka dia telah bebicara tentang Alloh tanpa ilmu dan berdusta tehadap Alloh dan Rasul-Nya. Alloh azza wa jalla berfirman:

هَؤُلاءِ قَوْمُنَا اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَوْلا يَأْتُونَ عَلَيْهِمْ بِسُلْطَانٍ بَيِّنٍ فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا

“Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk di sembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang terang (tentang kepercayaan mereka?) Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah” (Qs. Al-Kahfi [18]: 15). Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah r.ha Rasulullah J bersabda :

“Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan kami (dien) ini yang bukan dari kami, maka tertolak“ (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat Muslim “Barang siapa yang melakukan suatu amal yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak“.

Para ahli bahasa mengatakan makna “radd“ adalah “marduud (terrolak) atau tidak sah“. Sedang kalimat “Yang tidak ada perintah dari kami“ adalah tidak kami tetapkan hukumnya. Inilah kalimat yang ringkas dan mudah namun padat maknanya (jawaami’ul kilmi) yang merupakan kaidah yang sangat agung yang diberikan kepada Rasul j, hadits ini juga menunjukkan jelasnya kebathilan dan tertolaknya hal-hal yang baru dalam masalah dien (agama) ini.

* Adapun Ulama pada kurun (waktu) yang diutamakan lagi di muliakan yaitu Para Sahabat, Tabi’in, Tabit Tabi’in. mereka mengimani dan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Alloh ‘Azza wa jalla sebagaimana nama-nama dan sifat-sifat itu datang tanpa tahrif (mengubah/ mengganti), ta’thil (meniadakan), takyif (menanyakan ke-bagaimana-an-Nya) dan tamtsil (menyerupakan dengan makhluk-Nya), dan hal ini termasuk pengertian beriman kepada Alloh azza wa jalla.

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Kemudian ucapan yang menyeluruh dalam semua bab ini adalah hendaknya Alloh itu disifati dengan apa yang telah Dia sifatkan untuk DiriNya atau yang di sifatkan oleh Rasul-Nya j , dan dengan apa yang disifati oleh As-Sabiqun Al-Awwalun (para generasi pertama), serta tidak melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadits.

* Imam Ahmad rahimahullah berkata: Alloh tidak boleh disifati kecuali dengan apa yang disifati-Nya untuk DiriNya atau apa yang disifati oleh Rasul-Nya j , serta tidak boleh melampaui Al-Qur’an dan Al-Hadits. Madzhab Salaf menyifati Alloh dengan apa yang Dia sifatkan untuk DiriNya dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasul-Nya j , tanpa tahrif dan ta’thil, takyif dan tamtsil. Kita mengetahui bahwa apa yang Alloh sifatkan untuk DiriNya adalah Haq (benar), tidak mengandung teka-teki dan tidak untuk di tebak. Maknanya sudah dimengerti, sebagaimana maksud orang yang berbicara juga demengerti dari pembicaraannya. Apalagi jika yang berbicara itu adalah Rasulullah j , manusia yang paling mengerti dengan apa yang dia katakan, yang paling fasih dalam menjelaskan ilmu, dan yang paling baik serta mengerti dalam menjelaskan atau memberi petunjuk. Dan sekali pun demikian tidaklah ada sesuatu pun yang menyerupai Alloh azza wa jalla . tidak dalam Diri (Dzat)Nya Yang Maha Suci yang disebut dalam asma’ dan sifat-Nya, juga tidak dalam perbuatan-Nya. sebagaimana yang kita yakini bahwa Alloh mempunyai Dzat, juga ‘af’al (perbuatan), maka begitu pula Dia benar-benar mempunyai sifat-sifat, tetapi tidak ada satu pun yang menyamai-Nya, juga dalam perbuatan-Nya. Sebagaimana dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an surat (Asy-Syura [42]: 11).

* Adapun Madzahab Salaf adalah mereka tidak mengkiaskan, menyamakan atau menyerupakan sifat-sifat Alloh dengan makhluk-Nya. Karena mereka tidak memperbolehkan berbagai kias (analogi) yang mengandung konsekuensi penyerupaan dan penyamaan antara apa yang dikiaskan dengan apa yang menjadi obyek pengkiasan dalam masalah-masalah Ilahiyah. Sebagaimana mereka tidak menyerupakan Dzat Alloh dengan dzat makhluk-Nya. Dan mereka tidak menafikan apa-apa yang Alloh sifatkan untuk DiriNya, atau apa yang di sifatkan oleh Rasul-Nya j .

* Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: Dalam hal ini, Beliau rahimahullah bermaksud menegaskan bahwa tidak ada jalan bagi seorang Muslim untuk mengetahui sifat-sifat Rabbnya yang Maha Tinggi dan Asma’-Nya yang Maha Indah, melainkan melalui perantara wahyu. Asma’ dan Sifat Alloh itu bersifat tauqifiyah (hanya bisa diketahui dari Alloh). Maka, apapun yang ditetapkan oleh Alloh bagi DiriNya, atau oleh Rasul-Nya j , kita menyakininya. Demikian pula dengan apa yang dinafikan oleh Alloh dari DiriNya, atau oleh Rasulullah j , kita menafikannya. Cukuplah bagi kita kabar (Informasi) yang datangnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih ini. 0

v Golongan yang mengingkari Asma’ dan Sifat Alloh dan orang-orang yang mengikuti mereka:

Ø Mu’tazilah adalah pengikut Washil bin ‘Atho’ dan Amru bin ‘Ubaid. Mereka disebut Mu’tazilah karena mereka I’tizal (menyendiri/orang-orang yang memisahkan diri) dari majelisnya Hasan Al-Bashri, (seorang Tabi’in). kelompok ini mengingkari seluruh (semuah) sifat-sifat Alloh azza wa jalla.

Ø Asy’ariyah adalah pengikut Abu Hasan Al-Asy’ari (Beliau telah taubat dari pemahamannya). Kelompok ini adalah kelompak yang menerima sebagian dan menolak sebagian asma’ wa sifat Allah, mereka menolak sifat-sifat Alloh yang mereka anggap menyerupai Alloh atau sebaliknya.

Co. Ar-Rahman mereka menolaknya karena anggapan mereka sifat itu meyerupaui makhluk.

Ø Jahmiyah adalah golongan ini yang dinisbatkan kepada Jahm bin Shofwan. Dialah orang yang menafikan sifat-sifat Alloh azza wa jalla.

Ø Khowarij golongan ini muncul ketika Amiru’l Mu’minin Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah d. bersepakat di perang shiffin untuk menganngkat dua hakim demi menentukan hukum dalam penyelesaian persengketaan di antara mereka. Kedua hakim itu diminta untuk menentukan hukum Alloh dalam masalah persengketaan tersebut. Maka segolongan dari pendukung Ali keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib d sambil mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah d dengan alasan bahwa keduanya telah mengangkat hakim selain Alloh atau dengan kata lain mereka telah berhukum dengan selain hukum Alloh. Lalu golongan inipun memisahkan diri. Bertambah berlalunya waktu bertambah pula kesesatan mereka beberapa dasar kesesatan mereka adalah:

* Menolak hadits-hadits Rasul j yang menurut mereka pada dhohirnya bertentangan dengan

Al-Qur’an.

* Tidak berpegang pada sahabat d dalam memahami Al-Qur’an dan Al-Hadits.

* Mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar kalau mereka tidak bertaubat.

* Mengkafirkan ummat dengan pengkafiran yang sesat (tidak berdasarkan dalil baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits). Dan ihwal mereka telah dikabarkan oleh Rasululah j sebelum Beliau j wafat. Sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Imam Al-Bukhari rahimahullah. mereka adalah Anjing-anjing Neraka.

Dan banyak lagi golongan-golongan atau pemahaman-pemahaman yang semisal dengan mereka yang sama-sama sesatnya dan sama-sama ngawurnya. Untuk lebih jelas dan lebih menambah pengetahuan pembaca tentang pemahaman-pemahaman tersebut & kita tidak tertipu olehnya. Maka dapat meruju’ (membaca) buku-buku yang tedapat dalam daftar pustaka, atau buku-buku lain yang diambil dari sumber yang benar.

Pemahaman semacam ini telah merebak di tengah-tengah ummat ini, karena kebodohan mereka terhadap ilmu agamanya sendiri dan taqlid kepada ulama, ustadz, ataupun tokoh-tokoh mereka yang ngawur, yang banyak mengkonsumsi ilmu kalam atau ilmu yang semisal dengannya yang dapat menyesatkan ummat ini, maka berhati-hatilah kalian. Sebagaimana sabda Rasulullah j diriwayatkan dari Hudzaifah bin Yaman d: dia berkata: “Orang-orang menanyakan kepada Rasulullah j tentang kebaikan. Dan aku bertanya kepadanya, tentang keburukan, karena takut akan menimpaku. Maka aku bertanya: Ya Rasulullah, kami dahulu berada dalam masa Jahiliyyah dan dalam keadaan yang buruk, lalu Alloh mendatangkan pada kami keadaan yang baik seperti sekarang ini. Apakah setelah kedaan yang baik ini -akan datang- keadaan yang buruk?” Beliau j menjawab: Ya !”. Kataku pula: apakah setelah keadaan yang buruk itu -akan datang pula- keadaan yang baik? ”Beliau j pun menjawab: Ya. Namun didalamnya terdapat kekeruhan.” Aku bertanya: Apa kekeruhannya itu?” Jawab Beliau j : Kaum yang memberikan petunjuk tidak dengan petunjukku. Engkau mengenalnya dan engkau mengingkarinya.” Aku katakan kepada Beliau j : “Apakah setelah keadaan yang baik itu –datang- keadaan yang buruk?” Beliau j mengatakan: Ya. Ada da’i-da’i yang mengajak orang masuk ke pintu-pintu Jahannam (mengajak orang untuk maksiat). Barang siapa yang mengikuti ajakan mereka, mereka akan melemparkanya kedalam Jahannam”. Aku berkata: Ya. Rasulullah berikanlah sifat-sifat mereka!” Beliau j berkata: “mereka dari kulit kita, dan berbicara dengan bahasa kita (dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits). “Aku berkata pula: “Apa yang harus aku perbuat apabila aku berada pada masa itu?” Rasulullah j menjawab: Harus tetap berada pada Jama’atul-Muslimin dan Imam mereka. ”Aku bertanya pula: “Jika tidak ada jama’ah pada mereka dan tidak ada Imam?” Jawab Beliau j: pisahkanlah dirimu dari firqoh-firqoh (dari golongan-golongan) semuanya, walaupun engkau harus menggigit akar pohon, sehingga maut mendatangimu dan engkau tetap dalam keadaan itu”. (HR. Al-Bukhari nomor 7084). dalam hadits tersebut, dijelaskan bahwa apabila seseorang berada pada zaman fitnah, hendaknya selalu berada pada Jama’atul-Muslimin agar ia dapat menyelamatkan aqidahnya dan menegagkan syari’at Islamiyah dengan mudah yang sesuai dengan ajaran yang shahih. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Turmidzi, Rasulullah j bersabda: “Harus kalian ber-jama’ah, dan hindarkan dari perpecahan”. Arti kata jama’ah berkaitan dengan arti Ijtima’ (berkumpul). Dan pengertian Ijtima’ secara hissi (dapat disaksikan oleh panca indara), seperti:

* Ijtima’-nya orang didalm masjid (jama’ah masjid).

* Ijtima’-nya orang di Arafah, dan Muzdalifah (jama’ah haji), dan lain sebagainya.

Dan terkadang dapat diartikan secara ma’nawi, seperti:

* Bersepakatnya ummat (orang banyak) atas iman kepada Alloh azza wa jalla dan kepada Rasulullah j, juga dalam mengharamkan yang keji/zina dan lain sebagainya.

* Dan Ijtima’-nya ummat atas pengangkatan Khalifah yang dapat menegakkan syari’at agama dan politik pemerintahan yang sesuai dengan agama.

Realisasi dari Luzumul-Jama’ah, ialah selalu berpegang teguh dengan ittiba’ kepada Salafus- Shalih dalam masalah ‘aqidah dan masalah-masalah penghalalan dan pengharaman sesuatu. Bila ini sudah terlaksana, berarti seseorang telah berada pada Luzumul-Jama’ah. Dan bila masih bertentangan dengan ketentuan diatas, dari salah satu bagiannya, maka Luzumul-Jama’ah tersebut belum sempurna.

* Berkata Abu Syamah Dalam kitab Al-Ba’it hal: 22: “Datangnya perintah untuk Luzumul-Jama’ah, dimaksudkan, ialah, selalu berada pada yang haq dan selalu ittiba’ pada yang haq tersebut, walaupun orang-orang yang berpegang pada yang haq itu sedikit, dan orang-orang yang bertentangan dengan yang haq itu banyak. Karena yang haq itu berasal dari Jama’ah yang pertama yang terdiri dari pada Nabi j dan para sahabat beliau d , dan jangan melihat dengan banyaknya orang-orang yang merusak (ahli-bhatil) yang ada setelah mereka”.

* Lalu beliau menyebutkan perkataan Ibnu Mas’ud d . “Dalam keadaan manusia meninggalkan yang haq, dan sesungguhnya jama’ah itu orang yang sesuai dengan yang haq, kalaupun sekiranya engkau itu sendirian”.

* Maka dari keterangan-keterangan diatas itu dapat difahami dengan jelas bahwa barang siapa yang berpegang kepada yang haq, maka itulah jama’ah. Wahai saudaraku janganlah kamu tekecoh dengan ucapan orang-orang yang ingin mengajak kalian kejurang kenistaan. Dan janganlah kalian mengikuti ulama, ustadz, atau orang-orang yang ucapan-ucapan mereka itu bertentangan dengan ajaran Islam yang mulia ini. Pelajarilah & amalkanlah Agama ini (Islam), yang sesuai dengan (Al-Qur’an & Al-Hadits dengan pemahaman Salafussahalih), yang dengan ini kamu akan dimuliakan dan bersungguh-sungguhlah kamu mempelajarinya, agar kamu mengetahui ajaran agamamu dan supaya tidak dibodoh-bodohi oleh musuh-musuh agama ini yang berkedok mengajak kepada kebaikan. 0

v Hal-hal yang membatalkan keIslaman seseorang.

Sesungguhnya Alloh azza wa jalla mewajibkan kepada seluruh hamba-Nya untuk masuk kedalam Dinul Islam dan berpegang teguh dengannya, serta mewaspadai segala sesuatu yang akan menyimpangkan mereka dari Dien yang Suci dan Mulia ini. Alloh azza wa jalla juga telah mengingatkan hamba-Nya, bahwa barangsiapa yang mengikuti seruan para Rasul itu, maka ia telah mendapaptkan hidayah, dan siapa yang berpaling dari seruannya, maka ia telah tersesat. Didalam Al-Qur’an Alloh azza wa jalla telah mengingatkan manusia tentang perkara-perkara yang membuat mereka menjadi “riddah” (murtad dari Dinul Islam) dan perkara-perkara yang termasuk kemusyrikan dan kekafiran. Beberapa Ulama rahimahullah selanjutnya menyebutkan peringatan-peringatan Alloh azza wa jalla itu didalam kitab-kitab mereka. Mereka mengingatkan bahwa seorang muslim dapat dianggap murtad dari Dinul Islam disebabkan beberapa hal yang menyalahi, sehingga menjadi halal darah dan hartanya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib mempelajari pembatal-pembatal keIslaman ini. Jika tidak, maka bisa jadi seorang diantara kalian terperosok kedalamnya sedangkan ia tidak merasa (tidak mengetahui), seperti yang terlihat pada kebanyakan orang yang mengaku dirinya sebagai orang Islam. La haula wa la Quwwata Illah Billah!. Di antara sekian banyak hal-hal yang dapat membatalkan keIslaman seseorang, Syaikh Al Imam Muhammad bin Abdul Wahhab, serta Ulama lainnya, menyebutkan sepuluh pembatal keIslaman ini karena adanya ijma’ kaum muslimin terhadap sepuluh pembatal keIslaman ini. hal ini paling banyak dilakukan oleh kebanyakan ummat Islam. Dengan mengharap keselamatan dan kesejahteraan dari-Nya, Sepuluh pembatal keIslaman tersebut akan saya paparkan dengan ringkas:

1. Pembatal yang pertama adalah mempersekutukan (syirik) dalam beribadah kepada Alloh azza wa jalla . Alloh azza wa jalla berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا

"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya". (Qs. An-Nisaa’ [4]: 116).

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

"Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah adalah Al Masih putra Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israel, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu" Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang lalim itu seorang penolong pun". (Qs. Al-Maidah [5]: 72).

Termasuk dalam hal ini (mempersekutukan Alloh), memohon pertolongan dan memohon do’a kepada orang yang sudah mati serta bernadzar dan menyembelih qurban untuk mereka.

2. Siapa saja yang menjadikan sesuatu atau seseorang sebagai “perantara-perantara” antara dirinya dengan Alloh ﻰﻟﺎﻌﺘﻮ ﻪﻧﺎﺣﺒﺴ , yang kepada perantara-perantara itu ia berdo’a atau meminta syafa’at serta bertawakal kepada mereka, maka ia telah kafir berdasarkan ijma’. Alloh azza wa jalla berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلا تَحْوِيلا * أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ

“Katakanlah: "Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya dari padamu dan tidak pula memindahkannya * Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti". ( Al-Isra’ [17]: 56-57).

3. Barangsiapa yang menolak untuk mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu-ragu mengenai kekafiran mereka, atau malah membenarkan madzhab (paham) mereka; maka ia telah kafir.

Alloh azza wa jalla berfirman:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”. (Mumtahanah [60]: 4).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ الْحَقِّ يُخْرِجُونَ الرَّسُولَ وَإِيَّاكُمْ أَنْ تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ رَبِّكُمْ إِنْ كُنْتُمْ خَرَجْتُمْ جِهَادًا فِي سَبِيلِي وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي تُسِرُّونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا أَخْفَيْتُمْ وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir) kamu karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar untuk berjihad pada jalan-Ku dan mencari keridaan-Ku (janganlah kamu berbuat demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus”. (Qs. Al-Mumtahanah [60]: 1), (Qs. Al-Mujadilah [58]: 22), (Qs. Al-Anfal [8]: 73).

Oleh karena itu setiap muslim yang memeluk agama Islam harus mengkafirkan kaum musyrikin, memusuhi mereka, membenci mereka, dan siapa saja yang mencintai mereka atau yang berdebat untuk membela mereka.

4. Barangsiapa yang meyakini bahwa selain petunjuk yang datannya dari Nabi Muhammad j Lebih sempurna dan lebih baik dan menganggap suatu hukum atau undang-undang lainnya lebih baik dibandingkan dengan syari’at yang dibawa oleh Rasulullah j .

Rasulullah j bersabda:

“Amma ba’du! Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad”. (Riwayat ini dikeluarkan oleh Muslim dan lainnya melalui Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir d).

5. Barangsiapa membenci sebagian saja dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah j, meskipun ia mengamalkannya, maka ia telah kafir.

Alloh azza wa jalla berfirman:

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَرِهُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأَحْبَطَ أَعْمَالَهُمْ

"Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada apa yang diturunkan Allah (Al Qur'an) lalu Allah menghapuskan (pahala-pahala) amal-amal mereka". (Qs. Muhammad [47]: 9).

6. Mengolok-ngolok sebagian Dien yang dibawa oleh Rasulullah j, atau memperolok pahala dan hukuman Alloh, maka ia telah kafir. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ

”Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok * Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka tobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa”. (Qs. At-Taubah [9]: 65-66).

Memperolok-olokan sesuatu dari ajaran yang dibawa oleh Rasulullah j merupakan kekufuran berdasarkan ijma’ kaum muslimin, sekalipun tidak bermaksud betul-betul (serius), umpamanya hanya sekedar bergurau.

7. Barangsiapa melakukan sihir, termasuk diantaranya adalah sharf dan athf, atau reladengan sihir, maka ia telah kafir. Dalilnya adalah firman Alloh azza wa jalla :

وَاتَّبَعُوا مَا تَتْلُو الشَّيَاطِينُ عَلَى مُلْكِ سُلَيْمَانَ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَا أُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوتَ وَمَارُوتَ وَمَا يُعَلِّمَانِ مِنْ أَحَدٍ حَتَّى يَقُولا إِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلا تَكْفُرْ فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ وَمَا هُمْ بِضَارِّينَ بِهِ مِنْ أَحَدٍ إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَتَعَلَّمُونَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلا يَنْفَعُهُمْ وَلَقَدْ عَلِمُوا لَمَنِ اشْتَرَاهُ مَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ خَلاقٍ وَلَبِئْسَ مَا شَرَوْا بِهِ أَنْفُسَهُمْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-setan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudarat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudarat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (Qs. Al-Baqarah [2]: 102).

1. Pembatal keIslaman yang kesembilan adalah Tolong-menolong dengan kaum kafir/ musyrik dan bantu-membantu dengan mereka dalam menghadapi kaum muslimin. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (Qs. Al-Maidah [5]: 51).

9. Beranggapan bahwa manusia dapat keluardari syari’at Muhammad j. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla:

وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ ذَلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Dan bahwa (kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertaqwa". (Qs. Al An’aam [6]: 153).

10. Berpaling dari Dinullah (agama Alloh, Islam); tidak mau mempelajarinya dan tidak mau mengamalkannya. Dalilnya firman Alloh azza wa jalla :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنْتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih lalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa".(As Sajdah [32]: 22).

“Seluruh pembatal KeIslaman yang ada ini berlaku bagi setiap manusia tanpa membeda-bedakan antara orang yang sekedar bercanda (main-main), atau serius atau karena takut. Kecuali berlaku bagi orang yang di paksa (disiksa, dipukuli, dan penyiksaan lainnya, seperti yang di lakukan kaum musyrikin Mekah kepada Yasir dan keluarganya, adapun orang yang bertahan (tidak mengucapkan kalimat kekufuran) meskipun ia mati dalam keadaan itu, maka itu lebih baik baginya.

Setelah sekian lama ummat ini dijejali oleh pemahaman-pemahaman yang ngawur & menyesatkan ummat dari jalan yang haq dan mereka menginginkan agar ummat ini (Islam) mengikuti ajaran-ajaran mereka disadari atau tidak, mereka (Yahudi & Nasrani) telah mengobok-obok dengan berbagai macam cara baik itu (perang budaya dan pemikiran) ataupun yang lainnya sehingga mereka menjadikan generasi-generasi ummat Islam ini mengikuti pemikiran, tradisi, kebiasaan dan nilai-nilai kehidupan mereka yang bejat. Terutama sasaran mereka adalah wanita. Mereka menginginkan agar para wanita muslimah menjadi seperti keadaan wanita-wanita mereka. Bebas berteman dan bergaul dengan laki-laki, mau membuka aurat, berenang dalam satu kolam bersama laki-laki, berpergian tanpa muhrim, menafikan kodrat wanita, memperjuangkan emansipasi wanita-pria dalam segala hal, sehingga menganjurkan para wanita bekompetisi dengan laki-laki dalam semua lapangan kehidupan dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan mereka yang kotor itu, mereka berusaha menerbitkan ratusan buku, majalah dan Koran, memperalat para bintang film dan seniman, memboyong pertunjukan teater, pemutaran film dan sinetron, beasiswa pendidikan, berbagai klub, organisasi-organisasi dan sarana-sarana lainnya yang kesemuanya itu ditumpahkan agar sasaran mereka tercapai. Yakni memperbudak ummat ini tanpa harus menggunakan kekuatan militer, tetapi melalui berbagai macam kerusakan, penghancuran nilai-nilai dan tradisi yang bersumber dari agama kita yang lurus. Dan karusakan-kerusakan dan kemungkaran-kemungkaran lainnya yang mereka lancarkan sampai sekarang. Tetapi Alloh azza wa jalla akan tetap menjaga agama-Nya dengan dijadikan-Nya dari ummat ini orang-orang yang menolong agama-Nya yang mulia (Dienul Islam). Kita memohon kepada-Nya semoga Dia tetap memelihara kita dari pemahaman-pemahaman yang bathil. Dan semoga Alloh ‘Azza wa jalla tetap menunjuki kita agar tetap berada diatas garis Al-Islam dan As-Sunnah dengan memahami kaduanya itu dengan pemahaman para Salafussalih dan semoga kita digolongkan kepada orang-orang yang mengikuti Rasulullah j, dan mengumpulkan kita kelak dalam kelompok Beliau j.

Saya berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan bagi diri saya sendiri. Semoga tulisan yang saya susun ini merupakan salah satu bentuk usaha untuk berda’wah, sehingga kita kembali kepada ashalah (kemurnian ajaran Islam), meninggalkan kehinaan dan tidak mengekor kepada kehendak orang-orang kafir.

PENDAPAT IMAM MADZHAB AKAN PENTINGNYA BERPEGANG TEGUH DI ATAS SUNNAH

Dapat kita lihat di masyarakat yang agamis ini telah merebak dan menjamur yang namanya taqlid buta terhadap pendapat para Imam madzhab, para ulama, kyai, atau pun para ustadz mereka dalam suatu pendapat yang mereka paparkan/ sampaikan. Dikarenakan kejahilan yang merajalela dan tidak jujur/ sombongnya para Dai untuk mengatakan kebenaran / enggannya mereka untuk kembali kepada Al Qur’an & Sunnah meskipun telah mengetahui bahwa pendapat para Imam yang mereka ikuti itu, bertentangan dengan keduanya (Al Qur’an & Sunnah). Namun berbeda dengan para Imam yang sangat paham akan arti dari kebenaran yang sesungguhnya. Para Imam madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi'i, dan Madzhab Hambali), mengajarkan kepada kita untuk selalu mengikuti Sunnah dan meninggalkan perkataan serta pendapat-pendapat yang menyelisihi Sunnah walaupun bersumber dari mereka sendiri (Para Imam Madzhab). Ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang jauh dari ilmu agama dan selalu taqlid buta, dimana mereka sering berkata " Kalau bukan pendapat Imam Syafi'i, maka aku akan menolaknya" atau "Aku hanya mau memakai pendapat Imam Hambali, selainnya maka aku enggan." Akan tetapi dapat kita lihat di kalangan masyarakat ini yang mengaku-ngaku mengikuti madzhab Imam syafi’i namun dalam kesehariannya banyak yang bertentangan dengan apa yang beliau sampaikan/ pendapat beliau yang benar.

Imam Syafi'i dan Imam Hambali dan Imam-imam yang lain, tidak pernah sekalipun mengajarkan kepada para pengikut-pengikutnya, untuk fanatik buta kepada mereka. Semoga dengan mendengar perkataan-perkataan dari mereka, kita akan semakin Istiqomah dalam menegakkan Sunnah dan meninggalkan pendapat yang menyelisihinya .
Dibawah ini adalah perkataan para Imam madzhab semoga Allah merahmati mereka semua:

I. ABU HANIFAH (Imam Madzhab Hanafi)

Yang pertama-tama diantara mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin
Tsabit. Para sahabatnya telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan darinya, yang semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban untuk berpegang teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam yang
bertentangan dengan hadits tersebut.

1. 'Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku." (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
2. 'Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa'u fi Fadha 'ilits Tsalatsatil A'immatil Fuqaha'i, hal. 145)
3. Dalam sebuah riwayat dikatakan: 'Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku".
4. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: "Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari".
5. "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku". (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)

II. MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)

Imam Malik berkata:
1. "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami', 2/32)
2.'Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ". (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3.Ibnu Wahab berkata, 'Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang¬-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, 'Tidak ada hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi'ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah
Shallallahu AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari¬-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, "sesungguhnya hadist ini adalah Hasan,'aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah itu
ditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari.
(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

III. ASY-SYAFI'I (Imam Madzhab Syafi'i)

Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari Imam Syafi'i di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
1.Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku." (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
2."Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang."
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3.”Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4.”Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku. " (An-Nawawi di dalam AI-Majmu', Asy-Sya'rani,10/57)
5."Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist , dan orang¬-orangnya (Rijalull-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya." ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi'I, 8/1)
6."Setiap masalah yang didalamnya terdapat kabar dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam adalah shahih …..dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati." (Al-¬Harawi, 47/1)
7.”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermadzhab dengannya (Hadits Nabi). "
(Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu'addab)
8.Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu mengikutiku." (ibnu Asakir, 15/9/2)


AHMAD BIN HAMBAL
(Imam Madzhab Hambali)

Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu’) dan pendapat. Oleh karena itu ia berkata:
1. "Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil." (Al¬ Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I'lam, 2/302)
2. "Pendapat Auza'i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. Red.)" (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. "Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran. " (Ibnul Jauzi, 182).

Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (An-Nisa:65),
dan firman-Nya:
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. " (An-Nur:63).

(Di sadur dari Mukaddimah Kitab Shifatu Shalatiin Nabii shallallahu 'alaihi wa sallam, karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin AI-Albani rahimahullah dengan sedikit penambahan dalam muqodimah di awal artikel ini) * baca : penambahan bukan dalam perkataan Imam namun di awal muqodimah saja.