This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

PENDAPAT IMAM MADZHAB AKAN PENTINGNYA BERPEGANG TEGUH DI ATAS SUNNAH

Dapat kita lihat di masyarakat yang agamis ini telah merebak dan menjamur yang namanya taqlid buta terhadap pendapat para Imam madzhab, para ulama, kyai, atau pun para ustadz mereka dalam suatu pendapat yang mereka paparkan/ sampaikan. Dikarenakan kejahilan yang merajalela dan tidak jujur/ sombongnya para Dai untuk mengatakan kebenaran / enggannya mereka untuk kembali kepada Al Qur’an & Sunnah meskipun telah mengetahui bahwa pendapat para Imam yang mereka ikuti itu, bertentangan dengan keduanya (Al Qur’an & Sunnah). Namun berbeda dengan para Imam yang sangat paham akan arti dari kebenaran yang sesungguhnya. Para Imam madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi'i, dan Madzhab Hambali), mengajarkan kepada kita untuk selalu mengikuti Sunnah dan meninggalkan perkataan serta pendapat-pendapat yang menyelisihi Sunnah walaupun bersumber dari mereka sendiri (Para Imam Madzhab). Ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang jauh dari ilmu agama dan selalu taqlid buta, dimana mereka sering berkata " Kalau bukan pendapat Imam Syafi'i, maka aku akan menolaknya" atau "Aku hanya mau memakai pendapat Imam Hambali, selainnya maka aku enggan." Akan tetapi dapat kita lihat di kalangan masyarakat ini yang mengaku-ngaku mengikuti madzhab Imam syafi’i namun dalam kesehariannya banyak yang bertentangan dengan apa yang beliau sampaikan/ pendapat beliau yang benar.

Imam Syafi'i dan Imam Hambali dan Imam-imam yang lain, tidak pernah sekalipun mengajarkan kepada para pengikut-pengikutnya, untuk fanatik buta kepada mereka. Semoga dengan mendengar perkataan-perkataan dari mereka, kita akan semakin Istiqomah dalam menegakkan Sunnah dan meninggalkan pendapat yang menyelisihinya .
Dibawah ini adalah perkataan para Imam madzhab semoga Allah merahmati mereka semua:

I. ABU HANIFAH (Imam Madzhab Hanafi)

Yang pertama-tama diantara mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin
Tsabit. Para sahabatnya telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan darinya, yang semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban untuk berpegang teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam yang
bertentangan dengan hadits tersebut.

1. 'Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku." (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
2. 'Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa'u fi Fadha 'ilits Tsalatsatil A'immatil Fuqaha'i, hal. 145)
3. Dalam sebuah riwayat dikatakan: 'Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku".
4. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: "Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari".
5. "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku". (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)

II. MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)

Imam Malik berkata:
1. "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami', 2/32)
2.'Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam ". (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
3.Ibnu Wahab berkata, 'Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang¬-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, 'Tidak ada hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi'ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat Rasulullah
Shallallahu AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari¬-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, "sesungguhnya hadist ini adalah Hasan,'aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah itu
ditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari.
(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

III. ASY-SYAFI'I (Imam Madzhab Syafi'i)

Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari Imam Syafi'i di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
1.Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkannya dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku." (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
2."Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang."
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3.”Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4.”Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku. " (An-Nawawi di dalam AI-Majmu', Asy-Sya'rani,10/57)
5."Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist , dan orang¬-orangnya (Rijalull-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya." ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi'I, 8/1)
6."Setiap masalah yang didalamnya terdapat kabar dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam adalah shahih …..dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati." (Al-¬Harawi, 47/1)
7.”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermadzhab dengannya (Hadits Nabi). "
(Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu'addab)
8.Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu mengikutiku." (ibnu Asakir, 15/9/2)


AHMAD BIN HAMBAL
(Imam Madzhab Hambali)

Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu’) dan pendapat. Oleh karena itu ia berkata:
1. "Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil." (Al¬ Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I'lam, 2/302)
2. "Pendapat Auza'i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. Red.)" (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
3. "Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran. " (Ibnul Jauzi, 182).

Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (An-Nisa:65),
dan firman-Nya:
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. " (An-Nur:63).

(Di sadur dari Mukaddimah Kitab Shifatu Shalatiin Nabii shallallahu 'alaihi wa sallam, karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin AI-Albani rahimahullah dengan sedikit penambahan dalam muqodimah di awal artikel ini) * baca : penambahan bukan dalam perkataan Imam namun di awal muqodimah saja.

PERANG ABADI

Allah swt berfirman:

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ * إِنَّ الَّذِينَ يُحَادُّونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ فِي الأذَلِّينَ * كَتَبَ اللَّهُ لأغْلِبَنَّ أَنَا وَرُسُلِي إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ * لا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“Syetan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syetan. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan syaitan itulah golongan yang merugi. Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, mereka
termasuk orang-orang yang sangat hina. Allah telah menetapkan: “Aku dan rasul-
rasul-Ku pasti menang”. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-
anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati
mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya.Dan
dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung” [QS.Al Mujaadilah (58): 19-22]

Risalah Islam tidak hanya membawa, bahkan mengajarkan dan memperjuangkan: kebenaran, keadilan dan kejujuran. Islam tidak pernah mengajarkan, bahkan meno-lak dan memerangi: kebatilan, kedzaliman dan kedustaan. Dalam menegakkan misi suci ini, Islam sebagai al-haqq (kebenaran) pasti mendapat tantangan dan rintangan dari kekuatan lain yang memusuhinya, ya-itu kekuatan al-bāthil yang dipelopori oleh syetan dan pasukannya, untuk menyele-wengkan manusia dari jalan al-haqq, jalan al-nājah (keselamatan), yaitu al-shirāth al-mustaqīm.
Menurut Dr. Muhammad bin Sa`īd al-Qahthani, persaingan dua kubu ini sudah dimulai semenjak diciptakannya Ādam as hingga berakhirnya kehidupan dunia ini. Dalam al-Walā wa al-Barā fī al-Islām: 112, dijelaskan:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malai-kat: “Bersujudlah kalian kepada Adam”; ma-ka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud. Allah berfirman:”Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu”. Menjawab iblis:”Saya lebih baik dari padanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. Allah berfirman:”Turunlah ka-mu dari surga itu; karena kamu tidak sepa-tutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu terma-suk orang-orang yang hina”. Iblis menja-wab:”Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. (Allah berfirman: ”Se-sungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh”. Iblis menjawab:”Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) me-reka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan menda-pati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at). Allah berfirman: “Keluarlah kamu dari syur-ga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Se-sungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan me-ngisi neraka Jahannam dengan kalian” [QS. al-A’rāf (7): 11-18]
Di dalam ayat-ayat ini, dijelaskan bebe-rapa unsur penting terjadinya permusuhan antara Adam as dan Iblis:
1. Sebab terjadinya permusuhan, karena Iblis beranggapan bahwa Allah swt menyesatkan dan menghancurkan di-rinya disebabkan oleh Adam as.
Dalam hal ini syetan berkata (QS. 7: 16):
{ قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِي }

Ibnu `Abbas ra mengatakan bahwa mak-na ayat di atas adalah:
{ كَمَا أَضْلَلْتَنِي }

“Sebagaimana Engkau menyesatkanku”

Sedangkan menurut ulama lain, makna-nya adalah:

كَمَا أَهْلَكْتَنِي لأَقْعُدَنَّ لِعِبَادِكَ الَّذِي تَخْلُقُهُمْ مِنْ ذُرِّيَّةِ هَذَا الَّذِي أَبْعَدْتَنِي بِسَبَبِهِ عَلَى صِرَاطِكَ اْلمُسْتَقِيْمِ

“Sebagaimana Engkau telah membinasakan aku, niscaya aku akan duduk menghalangi hamba-hamba-Mu dari jalan-Mu yang lu-rus, yaitu hamba yang Engkau ciptakan di antara keturunan manusia yang menjadi sebab Engkau jauhkan aku”
2. Target akhir yang hendak dicapai da-lam permusuhan, yaitu menghalangi manusia dari al-shirāth al-mustaqīm, agar manusia tidak lagi beribadah ke-pada Allah swt dan tidak bertauhid.
Dalam hal ini syetan berkata:
{ لأَقْعُدَنّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ }
Ketika menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ: طَرِيْقَ الْحَقِّ وَ سَبِيْلَ النَّجَاةِ. وَ َلأَضَلَّنَّهُمْ عَنْهَا لِئَلاَّ يَعْبُدُوْكَ وَ لاَ يُوَحِّدُوْكَ بِسَبَبِ إِضْلاَلِكَ إِيَّايَ

“(Jalan-Mu yang lurus) adalah jalan kebe-naran dan langkah keselamatan. Sesung-guhnya aku akan menyesatkan mereka dari jalan tersebut agar mereka tidak beribadah dan tidak mentauhidkan-Mu dikarenakan Engkau menyesatkanku karenanya”
3. Upaya-upaya yang dilakukan syetan dalam proses permusuhan tersebut, ya-itu dengan menghadang manusia dari empat arah:
• Dari arah depan
• Dari arah belakang
• Dari arah kanan
• Dari arah kiri.
Dalam hal ini, syetan memberikan an-camannya dalam (QS. 7: 17):

ثُمَّ لاَتِيَنَّهُم مِّنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَآئِلِهِمْ

Dalam mentafsirkan strategi syetan ini, Ibnu `Abbas ra –yang berasal dari riwayat Ali bin Abi Thalhah– menegaskan:
a. Dari depan adalah “Aku berikan keraguan kepada mereka tentang hari akhirat”.
b. Dari belakang adalah “Aku gemarkan me-reka dengan urusan dunia mereka”.
c. Dari kanan adalah “Aku samarkan kepada mereka urusan agama mereka”.
d. Dari kiri adalah “Aku gemarkan mereka dengan berbagai maksiat”.

Sedangkan menurut Sa`id bin Abi `Aru-bah bahwa Qatadah menjelaskan hal ini sebagai berikut:

أَتَاهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ: فَأُخْبِرُهُمْ أَنََّهُ لاَ بَعْثٌ وَ لاَ جَنّةٌ وَ لاَ نَارٌ، وَ مِنْ خَلْفِهِمْ: مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا فَزَيَّنَهَا لَهُمْ وَ دَعَاهُمْ إِلَيْهَا، وَ عَنْ أَيْمَانِهِمْ: مِنْ قِبَلِ حَسَنَاتِهِمْ بَطَأَهُمْ عَنْهَا، وَ عَنْ شَمَائِلِهِمْ: زَيَّنَ لَهُمُ السَيِّئَاتِ وَ الْمَعَاصِي وَ دَعَاهُمْ إِلَيْهَا وَ أَمَرَهُمْ بِهَا

“Aku datang dari hadapan mereka yaitu: me-reka diinformasikan bahwa tidak ada hari kebangkitan, tidak ada syurga dan tidak ada neraka. Dari belakang mereka yaitu: tentang urusan dunia, dengan memperindahnya dan menyerukannya kepada mereka. Dari kanan mereka yaitu: Dari arah kebaikan mereka de-ngan menghalanginya. Dan dari kiri mereka yaitu: memperindah keburukan dan kemak-siatan kepada mereka, menyerukannya dan memerintahkannya kepada mereka”
Menurut Ibnu al-Qayyim Rahimahullah:
“Setiap keburukan yang ada di dalam dunia ini disebabkan oleh syetan. Dan kita tidak mungkin dapat menghitung jenis-jenis kebu-rukan yang disebarkan olehnya, apalagi rin-cian jenisnya. Akan tetapi, jenis-jenis kebu-rukan yang disebarkannya itu dapat digo-longkan dalam 6 bentuk, yaitu:
1. Kesyirikan, kekufuran serta permusuhan kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Membuat bid`ah (hal-hal baru dalam agama).
3. Dosa-dosa besar.
4. Dosa-dosa kecil.
5. Sibuk dengan hal-hal mubah, dan
6. Sibuk dengan hal-hal yang kurang pen-ting dengan meninggalkan hal yang le-bih penting”
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa apabila syetan tidak mampu menyebar 6 racun tersebut dan sudah putus asa terha-dapnya, maka sebagai senjata pamungkas-nya digelarlah pasukan-pasukannya yang loyal dari bangsa jin dan manusia untuk melakukan intimidasi, provokasi kekafiran, penyesatan dan lain-lain.
Dalam hal ini, menurut Syaikh Muham-mad Shafwat Nuruddin –Pimpinan Jama`āh Anshār al-Sunnah al-Muhammadiyyah Mesir –, bahwa syetan bekerja keras mempengaruhi manusia dengan berbagai strategi, bahkan menjadikan mereka tentara-tentaranya yang siap selalu melaksanakan apa yang diren-canakannya. Menurut beliau ada 4 pasukan yang digelar oleh syetan dengan dibagi menjadi 2 front, yaitu front Dzāhirah (nyata) dan front Khāfiyyah (tersembunyi):
Pasukan yang berada di front nyata ter-diri dari:
1. Orang-orang kafir yang dzalim.
2. Para pelaku maksiat, yaitu orang-orang Islam yang terbuai oleh kesenangan dunia.
Sedangkan pasukan yang berada pada posisi tersembunyi, yaitu:
1. Kaum Munafiqin, yang menyatakan lo-yal secara dzahir kepada Islam, akan tetapi menyembunyikan permusuhan.
2. Orang-orang yang ikhlas, semangat da-lam beramal dan gemar berbuat, akan tetapi semakin bertambah banyak dia mendengarkan slogan-slogan moder-nisme yang dipropagandakan orang-orang kafir, maka terpengaruhlah dia dengan orang-orang kafir tersebut dan mendukung seluruh upaya mereka.
Pasukan ini digelar –terutama front orang-orang kafir yang dipelopori oleh Yahudi dan Nashrani– dalam rangka melakukan dua serangan kepada para pembela dan peng-anut al-haqq (kaum muslimin). Kedua se-rangan itu adalah:
1. al-Ghazwu al-`Askariy (invasi militer) de-ngan melakukan intimidasi, teror fhisik, pembersihan wilayah dan pembasmian kaum muslimin (genocide).
Abdullah bin Mas`ud ra bercerita bahwa Nabi saw pernah melakukan shalat di Bay-tullah, saat itu Abu Jahal dan para pendu-kungnya sedang duduk-duduk. Sebagian rekannya berkata kepada yang lain:
“Siapakah di antara kalian yang berani me-letakkan kulit bangkai di punggung Muham-mad, saat dia sedang sujud?”
Lalu, seorang yang paling buruk di an-tara mereka, yaitu `Uqbah bin Abi Mu`ith bangkit berdiri, kemudian mendatangi Ra-sulullah saw sambil memandang dan me-nunggu Nabi saw melakukan sujud. Lalu dia letakkan kulit bangkai itu dipunggung beliau. Sambil tertawa, mereka saling me-lempar tuduhan satu sama lain. (HR. al-Bukhāriy: 1/54)
`Ammar bin Yasir ra yang masuk Islam bersama ayah dan ibundanya disiksa di tengah terik matahari yang sangat panas. Sang ayah wafat, setelah mengalami derita siksaan yang begitu dahsyat. Sedangkan sang ibu, yaitu Sumayyah ditusuk kema-luannya dengan besi panas oleh Abu Jahal. Di saat Rasulullah saw melintasinya, beliau berkata:
(( صَبْرًا آَلَ يَاسِرٍ فَإِنَّ مَوْعِدَكُمُ الْجَنَّةُ ))
“Sabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguh-nya tempat yang dijanjikan untuk kalian adalah syurga” (Sīrah Ibnu Hisyām: 1/ 319-320)
Menurut Muhammad Quthb, serangan orang-orang kafir ini tidak memerlukan alasan dan sebab, karena, kedengkian me-reka telah dijelaskan oleh Allah swt dalam ayat-ayat-Nya, di antaranya:
“Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, ka-rena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas se-gala sesuatu” [QS. al-Baqarah (2): 109]
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Se-sungguhnya petunjuk Allah itulah petun-juk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka sete-lah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu” [QS. al-Baqarah (2): 120]
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembali-kan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni ne-raka, mereka kekal di dalamnya” [QS. al-Baqarah (2): 217]

2. al-Ghazwu al-Fikriy (Invasi Pemikiran).
Menurut Muhammad Quthb dalam “Wāqi`unā al-Mu`āshir” bahwa yang dimak-sud dengan al-Ghazwu al-Fikriy adalah:
اَلْوَسَائْلُ غَيْرُ الْعَسْكَرِيَّةِ الَّتِي اَتَّخَذَهَا الْغَزْوُ الصَّلِيْبِيُّ ِلإِزَالَةِ مَظَاهِرِ الْحَيَاةِ اْلإِسْلاَمِيَّةِ وَ صَرْفِ الْمُسْلِمِيْنَ عَنِ التَّمَسُّّكِ بِاْلإِسْلاَمِ مِمَّا يَتَعَلَّقُ بِالْعَقِيْدَةِ وَ مَا يَتَّصِلُ بِهَا مِنْ أَفْكَارٍ وَ تَقَالِيْدَ وَ أَنْمَاطِ سُلُوْكِ
“Sarana-sarana non militer yang digunakan oleh pasukan salib untuk menghilangkan simbol-simbol kehidupan Islami dan mema-lingkan kaum muslimin dari sikap komitmen terhadap Islam, yang berkaitan dengan aqi-dah, pemikiran, adat istiadat dan sikap hidup yang berhubungan dengannya”
Menurut Shafiyurrahman al-Mubarak-furiy dalam “al-Rāhiq al-Makhtūm”, dikisah-kan bahwa dahulu, di saat kaum musyrikin Quraisy melihat Nabi saw tidak dapat di-halang-halangi dengan berbagai bentuk in-timidasi dan teror, mereka mulai beralih me-mikirkan strategi lain, di antaranya yang terangkum dalam 4 bentuk:
a. Melakukan ejekan, hinaan, olok-olok, pendustaan dan mentertawai. Tujuannya adalah untuk menggoncang spirit jiwa kaum muslimin dan merendahkan me-reka. (Baca: QS. 38: 4 dan QS. 83: 29-33)
b. Mengacak-acak pengajaran, menyebar-kan syubhat dan menggencarkan pro-paganda dusta. Tujuannya adalah untuk menghalangi kaum awam, hingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan dak-wah beliau. (Baca: QS. 13: 6-7)
c. Menganggap al-Qur`an sebagai dongeng atau legenda nenek moyang. (Baca: QS. 25: 4-5, 7 dan QS 16: 103)
d. Mengadakan tawar menawar win-win solution untuk mempertemukan antara Islam dan Jahiliyah. (Baca: QS. 65: 9)

Ujian terhadap Hamba

سَأَلَ رَجُلٌ الشَّافِعِيَّ فَقَالَ: يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ، أَيُّمَا أَفْضَلُ لِلرَّجُلِ: أَنْ يُمَكَّنَ أَوْ يُبْتَلَى: فَقَالَ الشَّافِعِيُّ: لاَ يُمَكَّنَ حتى يُبْتَلَى، فَإِنَّ اللهَ ابْتَلَى نُوْحًا وَ إِبْرَاهِيْمَ وَ مُوْسَى وَ عِيْسَى وَ مُحَمَّدًا صَلَوَاتُ اللهِ وَ سَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ أَجْمَعِيْنَ، فَلَمَّا صَبَرُوْا مَكَّنَهُمْ، فَلاَ يَظُنُّ أَحَدٌ أَنْ يَخْلُصَ مِنَ اْلأَلَمِ الْبَتَّةَ

Seseorang bertanya kepada Imam al-Syāfi`iy:
“Wahai Abu ‘Abdillah! Manakah yang lebih utama bagi
seseorang: Diberi kekuasaan ataukah diberi ujian? Beliau
menjawab: Seseorang tidak akan diberi kekuasaan sebelum dia
diberi ujian. Sesungguhnya Allah telah memberikan ujian kepada
Nuh, Ibrahim, Musa, ‘Isa dan Muhammad –semoga Allah melimpahkan
shalawat dan salam-Nya kepada mereka semua–. Ketika mereka bersabar menghadapinya, maka Allah akan memberikan kekuasaan kepada
mereka. Oleh karena itu, janganlah seseorang mengira bahwa
dia bisa lepas dari bencana sedikitpun” (al-Fawā’id: 227)

Kemulian Ahlus Sunnah


عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: سَيَأْتِيْ نَاسٌ يُجَادِلُوْنَكُمْ بِشُبُهَاتِ الْقُرْآنِ فَخُذُوْهُمْ بِالسُّنَنِ فَإِنَّ أَصْحَابَ السُّنَنِ أَعْلَمُ بِكِتَابِ الله
‘Umar bin al-Khaththāb ra berkata: “Pada suatu waktu akan muncul
satu golongan yang mendebat kalian (Ahlus Sunnah) dengan syubuhat
al-Qur’an, maka bantahlah mereka dengan sunnah, karena Ahlus Sunnah
adalah orang-orang yang paling mengerti al-Qur’an” (al-Syarī’ah: 181)

Semangat Shahabah al Nu'man

وَ رَوَى الْبَغَوِيُّ فِي الصَّحَابَةِ أَنَّ النُّعْمَانَ بْنَ قَوْقَلٍ قَالَ يَوْمَ أُحُدٍ: أَقْسَمْتُ عَلَيْكَ يَا رَبِّ أَنْ لاَ تَغِيْبَ الشَّمْسُ حَتَّى أَطَأَ بِعُرْجَتِيْ فِي الْجَنَّةِ، فَاسَتُشْهِدَ ذَلِكَ الْيَوْمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ : لَقَدْ رَأَيْتُهُ فِي الْجَنَّةِ

al-Baghawiy meriwayatkan tentang seorang al-Shahābah bahwa al-Nu`mān bin Qawqal berkatasaat perang Uhud: “Aku bersumpah kepada-Mu, ya Rabb, agar
matahari tidak terbenam, sebelum aku berhasil menggapai tanggaku
di dalam syurga”. Kemudian beliaupun mati syahid pada hari itu.
Maka, Rasulullah saw bersabda mengenai diri al-Nu`mān:
“Sesungguhnya aku melihatnya telah berada di dalam syurga”
(Fath al-Bāriy: 6/51 dan ‘Awn al-Ma`būd: 7/281)