This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

SEORANG WANITA …. YANG PERTAMA KALI MENGHUNI TANAH SUCI

Disebutkan dalam Shahih Bukhari, bahwa Nabi Ibrahim 'alaihis salaam, dahulu ia pergi dari Syam ke negeri yang suci bersama Hajar, istrinya dan Ismail, anaknya yang masih bayi, yang ketika itu masih dalam buaian dan penyusuan ibunya. Kemudian beliau menempatkan kedua orang itu di sisi rumah Allah, tetapi ketika itu di Makkah tidak ada seorang pun dan tidak ada air. Beliau menempatkan keduanya di situ sambil membekali keduanya dengan sekantong kurma dan sekantong air.
Kemudian beliau membalikkan dirinya ke arah Syam, lalu Ummu Ismail (Hajar) menoleh ke sekelilingnya, ke padang pasir yang gersang itu, ternyata yang dilihatnya hanya gunung-gunung yang bisu dan batu-batu yang hitam, ia tidak melihat di sekitarnya ada teman atau sahabat. Padahal dahulunya, ia tumbuh besar di istana-istana Mesir, kemudian tinggal di Syam, di taman-taman yang hijau dan kebun-kebunnya yang rindang. Kini ia merasa kesepian dengan kondisi di sekitarnya, lalu ia berdiri dan mengikuti suaminya seraya berkata, “Wahai Ibrahim, kemana engkau akan pergi dan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang pun dan tidak ada sesuatu?” Tetapi beliau tidak menjawabnya dan tidak juga menoleh kepadanya.
Hajar mengulangi lagi pertanyaannya, “Kemana engkau akan pergi dan meninggalkan kami?” Beliau tidak menjawabnya. Ia mengulangi lagi pertanyaannya, tetapi beliau tidak juga menjawabnya. Maka tatkala ia melihat bahwa beliau tidak menoleh kepadanya, ia pun berkata, "Apakah Allah yang menyuruhmu hal ini?” Beliau menjawab, “Ya.” Ia pun berkata, “Kalau begitu cukuplah Dia bagiku, aku ridha dengan Allah, jika demikian Dia pasti tidak akan menyia-nyiakan kami.”
Kemudian Hajar kembali, dan Ibrahim 'alaihis salaam seorang yang sudah sangat tua berlalu sambil meninggalkan istri dan anaknya. Beliau tinggalkan keduanya seorang diri. Hingga ketika beliau telah sampai di balik bukit, dimana mereka tidak melihatnya lagi, beliau hadapkan wajahnya ke arah rumah Allah sambil mengangkat kedua tangannya, berdoa kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan penuh harap, “Ya Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim [14]: 37)
Kemudian beliau pergi ke Syam, sedangkan Ummu Ismail (Hajar) kembali menemui bayinya. Ia mulai menyusuinya dan minum dari bekal air tersebut. Akan tetapi tak seberapa lama air yang di kantong itu pun habis, kini ia merasa kehausan, dan bayinya pun kehausan. Karena sangat hausnya bayi itu menggeliat-geliat dan mengemut-emut kedua bibirnya serta memukulkan kedua tangan dan kakinya ke tanah. Sementara ibunya melihat anaknya menggeliat dan meronta seolah-olah bergulat melawan kematian.
Ia melihat ke sekelilingnya, dengan harapan ada yang bisa menolong atau membantunya. Akan tetapi ia tidak melihat seorang pun. Lalu ia bangkit dari sisi anaknya dan pergi karena tidak mau melihat anaknya mati. Ia pun bingung, kemana harus pergi?! Ia melihat bukit Shafa, bukit yang terdekat dengannya, lalu ia mendakinya dalam keadaan lemah dan kepayahan. Ia berharap melihat para penggembala yang sedang singgah atau kafilah yang sedang lewat. Setelah sampai di puncaknya, ia mengarahkan pandangannya ke lembah untuk melihat apakah ada seseorang, akan tetapi ia tidak mendapati seorang pun. Lalu ia turun dari bukit Shafa, hingga ketika sampai di perut lembah, ia menyingsingkan ujung lengan bajunya kemudian berlari-lari kecil dengan penuh susah payah sampai melewati lembah. Kemudian ia mendatangi bukit Marwah dan mendakinya lalu melihat, apakah ada seseorang, akan tetapi ia tidak mendapati seorang pun.
Ia pun kembali ke bukit Shafa, akan tetapi ia tidak menemukan seorang manusia pun. Ia melakukan hal itu sampai tujuh kali. Ketika ia telah sampai di atas bukit Marwah pada yang ketujuh kalinya, ia mendengar suara, lalu ia berkata, “Diam.” Kemudian ia berusaha mendengarkan lagi.
Kemudian ia berkata, "Engkau telah mengeluarkan suara yang dapat aku dengar, jika di sisimu ada pertolongan maka tolonglah kami.” Tetapi ia tidak mendengar jawaban. Lalu ia menoleh ke anaknya, tiba-tiba ia melihat seorang malaikat di sisi (tempat) sumur Zam-zam. Malaikat itu memukul tanah dengan tumit atau sayapnya hingga memancarkan air. Hajar pun cepat-cepat turun menuju sumber air. Ia pun berusaha menampung dan mengumpulkan air itu dengan tangannya serta menciduk dan memasukkan air itu ke dalam kantongnya, sementara air itu tetap memancar. Jibril berkata kepadanya, “Janganlah kalian takut tersia-siakan, sesungguhnya di tempat inilah rumah Allah yang akan dibangun nanti oleh anak ini beserta ayahnya.”
Subhanallah, alangkah sabarnya Hajar, alangkah mengagumkan dirinya, dan alangkah besar cobaannya. Inilah kisah Hajar, yang telah bersabar dan berkorban hingga Allah mengabadikan di dalam Al Qur'an kisahnya dan mengangkat para nabi-nabi dari putranya. Ia adalah ibunda para nabi dan teladan para wali. Begitulah kisahnya dan kesudahan urusannya. Benar … ia telah terasingkan dan merasa ketakutan, kehausan dan kelaparan, akan tetapi ia ridha dengan itu semua selama di sana terdapat keridhaan Tuhannya, ia telah hidup dalam keadaan gharib (terasing) di jalan Allah, hingga Allah menggantinya dengan kebahagiaan dan kegembiraan.
Berbahagialah para ghuraba’ (orang-orang yang terasing). Dan siapakah para ghuraba’ itu? Mereka adalah orang-orang yang sholeh di tengah-tengah orang-orang fasik yang banyak. Mereka adalah para laki-laki dan wanita yang telah menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, mereka bersabar memegang agama bagaikan menggenggam bara api dan berjalan di atas batu-batu terjal, tidur beralas debu dan lari dari kerusakan (kemungkaran), lisan-lisan mereka jujur, farji-fari (kemaluan) mereka terjaga, pandangan mereka terpelihara, kata-kata mereka bersih, dan majlis-majlis mulia. Apabila mereka berdiri di hadapan Allah (pada hari kiamat), ketika tangan-tangan dan kaki-kaki mereka bersaksi, serta telinga-telinga dan mata-mata mereka berbicara, mereka bergembira dalam suka cita, karena mata mereka bersaksi bahwa ia tidak pernah melihat sesuatu yang haram dan telinga mereka tidak pernah mendengarkan lagu-lagu, bahkan ia bersaksi bahwa ia sering menangis di waktu sahar (akhir malam) dan mereka menjaga kesucian di siang hari. Sampai-sampai mereka menebus dien mereka dengan jiwa-jiwa mereka.

SEORANG WANITA RUSIA DAN CINTANYA TERHADAP ISLAM

KISAH SEORANG WANITA RUSIA… :

Awal mulanya…
Ia seorang gadis Rusia, berasal dari keluarga yang taat beragama, akan tetapi ia seorang penganut kristen ortodox yang sangat fanatik dengan kristennya.
Salah seorang pedagang Rusia menawarinya untuk pergi bersama dengan sekelompok gadis-gadis ke negara teluk untuk membeli alat-alat elektronik yang kemudian akan dijual di Rusia. Demikianlah awal kesepakatan antara pedagang dengan gadis-gadis tersebut.
Ketika mereka telah sampai di sana, laki-laki itu mulai menampakkan taringnya dan mengungkapkan niat jahatnya. Ia menawarkan kepada gadis-gadis tersebut profesi tercela. Ia mulai merayu mereka dengan harta yang melimpah dan hubungan yang luas, sampai sebagian besar gadis-gadis itu terpedaya dan akhirnya menerima idenya, kecuali wanita yang satu ini. Ia sangat fanatik dengan agama kristennya sehingga ia menolak.
Laki-laki itu menertawakannya seraya berkata, “Engkau di negeri ini tersia-sia, engkau tidak memiliki apapun selain pakaian yang engkau pakai … dan aku tidak akan memberikan apapun kepadamu”. Ia mulai menekannya, ia tempatkan wanita itu di sebuah flat (kamar) bersama gadis-gadis yang lain dan ia sembunyikan paspor-paspor mereka.
Gadis-gadis yang lain tidak mampu mempertahankan prinsipnya, mereka pun larut bersama arus … sementara ia tetap teguh menjaga kesuciannya. Setiap hari ia selalu mendesak laki-laki itu untuk menyerahkan paspornya atau memulangkan dirinya ke negeri asalnya. Tetapi laki-laki itu menolak. Pada suatu hari ia berusaha untuk mencari paspor itu di flat. Setelah susah payah mencarinya akhirnya ia menemukannya. Langsung saja ia ambil paspor tersebut dan segera kabur dari flat itu.
Ia keluar menuju ke jalan raya, sementara ia tidak punya apa-apa selain pakaian yang dikenakannya. Ia kebingungan, ia orang asing yang tidak tahu kemana harus pergi, tak ada keluarga, tak ada hubungan, tak ada harta, tak ada makanan dan tak ada juga tempat tinggal.
Wanita yang lemah itu benar-benar kebingungan, menoleh ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba ia melihat seorang pemuda yang sedang berjalan bersama tiga orang wanita, ia merasa tentram dengan penampilannya lalu ia menghampirinya dan mulai berbicara dengan bahasa Rusia.
Pemuda itu minta maaf karena ia tidak paham bahasa Rusia. Wanita itu berkata, “Apakah kalian bisa berbicara bahasa Inggris”. Mereka menjawab, “Ya, bisa.” Wanita itu menangis karena gembira, lalu berkata, “Aku seorang wanita dari Rusia, kisahku begini (ia menuturkan kisahnya), aku tidak punya harta dan tempat tinggal, aku ingin pulang ke negeriku, yang aku inginkan dari kalian hanyalah sekedar mau menampungku dua atau tiga hari agar aku dapat mengatur urusanku bersama keluargaku dan saudara-saudaraku di negeriku.”
Pemuda yang bernama Khalid itu merenungkan kata-katanya, ia berfikir boleh jadi wanita ini menipu! Sementara wanita itu melihat kepadanya dan menangis. Lalu Khalid bermusyawarah dengan ibu dan kedua saudara perempuannya.
Pada akhirnya mereka sepakat membawa wanita itu ke rumah. Ia mulai menghubungi keluarganya di Rusia, akan tetapi tidak ada yang menjawab. Jaringan telepon terputus di negeri itu! Padahal ia sudah mengulang-ngulang menelpon setiap jam.
Keluarga itu tahu bahwa wanita itu seorang Kristen. Mereka berusaha untuk berlemah lembut dan santun kepadanya. Wanita itu mencintai mereka dan mereka mengajaknya untuk memeluk Islam. Akan tetapi ia menolak dan tidak ingin berpindah agama, bahkan tidak bersedia sekedar untuk diskusi tentang masalah agama sama sekali, karena ia dari keluarga ortodox yang sangat fanatik membenci Islam dan kaum muslimin!
Khalid pergi ke Pusat Islam dan Dakwah (Islamic Center) lalu membawakan untuknya beberapa buku tentang Islam dalam bahasa Rusia. Wanita itu membacanya dengan seksama. Setelah membaca buku-buku tersebut ia mulai bisa memahami tentang Islam. Pada akhirnya ia terkesan dan kagum dengan agama yang baru ia kenal ini. Hari-hari terus berlalu sementara mereka terus berusaha untuk meyakinkannya hingga akhirnya dia masuk Islam. Semakin hari keislamannya semakin baik. Ia mulai menaruh perhatian terhadap ajaran-ajaran dien dan semangat untuk bergaul dengan wanita-wanita yang shalihah. Setelah memeluk Islam ia takut untuk kembali ke negerinya karena khawatir kembali ke agama Kristen.

Pernikahan…
Karena ia telah menjadi seorang wanita yang muslimah maka akhirnya Khalid pun menikahinya. Ternyata ia lebih teguh dalam memegang dien daripada kebanyakan wanita-wanita muslimah lainnya. Pada suatu hari ia pergi bersama suaminya ke pasar, di sana ia melihat Ini adalah untuk pertama kalinya ia melihat seorang wanita berjilbab yang menutupi wajahnya (bercadar).seorang wanita berjilbab dengan sempurna, ia merasa heran dengan bentuk pakaian tersebut!! Ia berkata kepada suaminya , “Khalid, kenapa wanita itu berpakaian seperti itu? Mungkin wanita itu tertimpa penyakit yang membuat rusak wajahnya sehingga ia menutupinya?”
Khalid menjawab, “Tidak, wanita itu berhijab dengan hijab yang diridhoi oleh Allah swt untuk hamba-hamba-Nya dan yang diperintahkan oleh Rasul-Nya.” Ia terdiam sebentar kemudian berkata, “Ya, benar, ini adalah hijab yang islami, yang dikehendaki oleh Allah untuk kita.
Khalid berkata, “Dari mana engkau tahu?” Ia menjawab, “Aku sekarang merasakan, jika aku masuk ke pertokoan, mata-mata para pemilik toko itu tidak lepas dari wajahku! Seakan-akan mereka mau menelan wajahku sepotong-sepotong!! Kalau begitu wajahku ini harus ditutup, tidak boleh ada yang melihatnya selain suamiku saja, kalau begitu aku tidak akan keluar dari pasar ini kecuali dengan hijab seperti itu. Di mana kita bisa membelinya?”. Khalid berkata, “Tetaplah terus dengan hijabmu ini, seperti ibu dan saudara-saudara perempuanku.” Ia menjawab, “Tidak, aku ingin hijab seperti yang diinginkan Allah.
Hari-hari terus berlalu atas wanita ini sementara tidak ada yang bertambah kecuali keimanannya. Orang-orang yang ada di sekelilingnya menyukainya, hati dan perasaan Khalid pun terkuasai olehnya.
Pada suatu hari ia melihat paspornya, ternyata hampir habis masa berlakunya dan harus segera diperpanjang. Yang paling sulit adalah paspor itu harus diperpanjang di kota tempat dulu ia tinggal. Jadi mesti pergi ke Rusia. Jika tidak, maka ia akan dianggap pendatang gelap. Khalid memutuskan untuk pergi bersamanya, karena wanita itu tidak mau bepergian tanpa disertai mahram.
Mereka berdua naik pesawat jawatan penerbangan Rusia (Russian Air Lines) sementara wanita itu tetap dengan hijabnya yang sempurna!! Ia duduk di samping suaminya dengan mantap dan penuh kewibawaan. Khalid berkata kepadanya, “Aku khawatir kita menemui kesulitan-kesulitan karena hijabmu ini.” Ia menjawab, “Subhanallah! engkau ingin agar aku mentaati orang-orang kafir tersebut dan mendurhakai Allah? Tidak, demi Allah, terserah mereka mau ngomong apa.
Orang-orang mulai memandanginya.… Dan para pramugari mulai membagi-bagikan makanan dan khamr (bir) kepada para penumpang. Tak lama kemudian khamr mulai beraksi di kepala mereka, kata-kata kasar mulai bermunculan dari orang-orang di sekelilingnya yang diarahkan kepadanya. Ada yang membuat lelucon (humor), ada yang tertawa, ada juga yang mengolok-olok. Mereka berdiri di samping wanita itu dan mengomentari dirinya. Sementara Khalid melihat ke arah mereka tanpa memahami ucapan mereka sedikitpun. Adapun wanita itu tersenyum dan tertawa serta menerjemahkan omongan mereka kepadanya. Sang suami marah, tetapi wanita itu berkata, "Jangan, jangan engkau bersedih, jangan merasa sempit dada, ini perkara kecil dibandingkan ujian dan cobaan iman yang dialami oleh para sahabat Nabi, baik yang laki-laki maupun perempuan.” Wanita itu bersabar, demikian juga sang suami, hingga pesawat itu mendarat.

Di Rusia…
Khalid berkata, “Ketika kami turun di bandara, aku menyangka bahwa kami akan pergi ke rumah keluarganya dan tinggal di sana, setelah itu akan menyelesaikan pengurusan perpanjangan paspor kemudian pulang. Akan tetapi pandangan istriku ternyata cukup jauh.”
Wanita itu berkata, “Keluargaku masih menganut kristen ortodox semua, mereka fanatik dengan agamanya. Oleh karena itu aku tidak ingin ke sana sekarang! Tetapi kita akan menyewa sebuah kamar di satu tempat dan tinggal di sana lalu mengurus perpanjangan paspor. Nanti sebelum pulang, kita berkunjung ke rumah keluargaku.” Khalid pun menyetujui usulan yang bagus itu.
Kami pun menyewa sebuah kamar dan bermalam di situ. Keesokan harinya kami pergi ke kantor bagian pengurusan paspor. Kami menemui petugas dan ia meminta agar kami menyerahkan paspor yang lama berikut foto pemiliknya. Istriku menyerahkan fotonya yang hitam putih, yang tak terlihat dari tubuhnya kecuali bagian wajahnya saja.
Petugas itu berkata, “Foto ini menyalahi aturan, kami minta foto yang berwarna, dan terlihat di situ wajah, rambut dan leher dengan sempurna!!” Istriku menolak menyerahkan selain foto itu. Kami pun pergi ke petugas kedua lalu petugas yang lainnya lagi, akan tetapi mereka semua minta foto yang tidak berjilbab, sementara istriku berkata, “Tidak mungkin aku berikan kepada mereka foto yang tabarruj (terbuka auratnya) selama-lamanya.” Para petugas itu pun menolak melayani permintaan kami. Kemudian kami menuju ke pimpinan utama mereka yang perempuan.
Istriku berusaha semampunya meyakinkan pimpinan itu agar mau menerima foto tersebut. Akan tetapi ditolak. Istriku mulai mendesak seraya berkata, "Apakah tidak engkau lihat rupaku yang sebenarnya lalu engkau bandingkan dengan yang ada di foto itu? Yang penting wajah terlihat, adapun rambut bisa saja berubah. Bukankah foto ini sudah cukup?!
Pimpinan itu tetap bersikeras bahwa aturan tidak membolehkan foto seperti itu. Maka istriku berkata, “Saya tidak akan menyerahkan selain foto-foto ini, lalu apa jalan keluarnya?” Sang pimpinan berkata, "Tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah ini kecuali direktur utama di kantor pusat pengurusan paspor yang berada di Moskow.” Maka kami pun keluar dari kantor tersebut.
Ia menoleh kepadaku seraya berkata, "Wahai Khalid, kita akan pergi ke Moskow.” Ketika itu aku berkata kepadanya, "Sudahlah, serahkan saja foto yang mereka inginkan itu, bukankah Allah tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya? Maka bertakwalah kepada Allah semampumu. Dan ini sesuatu yang darurat, sementara paspor itu tidak akan dilihat kecuali oleh segelintir orang, itupun untuk sesuatu yang darurat, kemudian setelah itu engkau sembunyikan di rumahmu sampai habis masa berlakunya. Lepaskan dirimu dari kesulitan-kesulitan ini, kita tidak perlu pergi ke Moskow.
Ia menjawab, “Tidak, tidak mungkin aku tampil dengan bentuk yang tabarruj (membuka aurat) setelah aku mengenal agama Allah ini.”

Di Moskow…
Ia mendesakku, akhirnya kami pun pergi ke Moskow, lalu kami menyewa sebuah kamar dan tinggal di situ. Keesokan harinya kami pergi ke kantor pusat pengurusan paspor. Kami menemui petugas pertama, kedua dan ketiga. Pada akhirnya kami terpaksa menghadap direktur utama. Kami menemuinya, ternyata ia termasuk orang yang paling buruk akhlaknya! Ketika ia melihat paspor, ia membolak-balik foto-foto kemudian mengarahkan pandangannya ke arah istriku, seraya berkata, “Siapa yang bisa membuktikan kepadaku bahwa engkau adalah pemilik foto-foto ini?” Ia ingin agar istriku membuka wajahnya agar dapat melihatnya. Istriku berkata kepadanya, “Katakan saja kepada salah seorang pegawai wanita yang ada di sini atau sekretaris wanita untuk menemuiku lalu aku bersedia membuka wajahku untuknya, sehingga ia dapat mencocokkan foto-foto itu. Adapun engkau maka tidak akan bisa mencocokkannya, aku tidak akan membuka wajahku untukmu.”
Orang itu marah … lalu mengambil paspor lama dan foto-fotonya berikut berkas-berkas lainnya kemudian dijadikan satu dan dilemparkan ke laci meja pribadinya. Ia berkata kepada istriku, “Engkau tidak akan bisa memperoleh paspor yang lama ataupun yang baru kecuali jika engkau serahkan kepadaku foto-foto yang benar-benar cocok dan kami bisa mencocokkannya denganmu.
Istriku mulai berbicara kepadanya dan berusaha untuk meyakinkannya. Kedua orang itu berbicara dengan bahasa Rusia, sementara aku memandangi keduanya tanpa faham sedikitpun pembicaraan mereka. Aku marah … tetapi aku tak dapat berbuat apa-apa, sementara orang itu mengulang-ngulang, “Engkau harus mendatangkan foto-foto yang sesuai dengan syarat-syarat kami.
Istriku tetap berusaha untuk meyakinkannya… tetapi tidak ada hasilnya! Akhirnya ia diam dan berdiri, aku menoleh kepadanya dan mengulangi perkataanku sebelumnya, “Wahai istriku yang terhormat, Allah tidak akan memberikan beban kepada seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya, dan kita dalam keadaan darurat, sampai kapan kita berkeliling di kantor-kantor pengurusan paspor?
Dia menjawab, “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia adakan baginya jalan keluar dan Dia karuniakan kepadanya rizki dari arah yang tidak diduga-duga.
Perdebatan antara aku dengannya semakin sengit, direktur pengurusan paspor itupun marah dan kami diusir dari kantornya. Kami keluar sambil menyeret langkah-langkah kami, perasaanku antara kasihan dan marah kepada istriku. Kami pun pergi untuk saling mempelajari perkara ini di kamar kami. Aku berusaha untuk meyakinkannya, akan tetapi ia tetap bersungguh-sungguh meyakinkanku, sampai larut malam. Kami pun shalat Isya’. Fikiranku tetap risau dengan musibah ini, kemudian kami makan malam seadanya lalu aku letakkan kepalaku untuk tidur…
Bagaimana engkau bisa tidur…
Ketika ia melihatku seperti itu, wajahnya berubah lalu menoleh kepadaku seraya berkata, "Khalid, engkau akan tidur?!” Aku menjawab, “Ya, apakah engkau tidak merasa capek?!
Ia berkata, "Subhanallah, dalam kondisi yang sulit ini engkau bisa tidur?! Kita sedang melewati saat-saat yang kita harus lari kepada Allah, bangun dan mohonlah kepada Allah dengan sungguh-sungguh, karena ini adalah waktu untuk memohon.
Aku pun bangun dan shalat sesuai dengan yang Allah kehendaki untukku, kemudian aku tidur, adapun dia tetap berdiri untuk shalat dan shalat, setiap kali aku terbangun dan melihatnya, aku dapati dia masih dalam keadaan ruku’ atau sujud atau berdiri atau berdoa atau menangis, sampai terbit fajar. Kemudian ia membangunkanku seraya berkata, "Telah masuk waktu fajar, mari kita shalat berjam’ah.
Aku pun bangun… berwudhu’ dan shalat berjama’ah, kemudian ia tidur sejenak. Setelah matahari terbit ia terbangun seraya berkata, "Mari kita pergi ke kantor pengurusan paspor!!”
Aku berkata, “Kita akan pergi ke kantor pengurusan paspor lagi?! Dengan argumen apa?! Mana foto-fotonya, kita masih belum memiliki foto-foto itu!!”
Ia berkata, "Marilah kita pergi dan berusaha, jangan putus asa dari rahmat Allah.” Kami pun pergi. Demi Allah, ketika kaki-kaki kami menginjak lantai ruang pertama kantor pengurusan paspor tersebut dan mereka melihat istriku -yang sudah mereka ketahui sebelumnya- dengan hijabnya itu, tiba-tiba salah seorang petugas memanggil, Engkau Fulanah?
Istriku menjawab, “Ya, benar!” Petugas itu berkata, “Ambillah paspormu.” Dan ternyata paspor itu telah beres, lengkap dengan foto-fotonya yang berjilbab. Aku merasa gembira, lalu ia menoleh kepadaku seraya berkata, "Bukankah telah aku katakan kepadamu, barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia adakan baginya jalan keluar.
Tatkala kami ingin keluar, petugas itu berkata, “Kalian harus kembali ke kota yang kalian datangi pertama kali agar paspor Anda distempel di sana.” Kami pun kembali ke kota yang pertama dan aku berkata dalam hatiku, ini adalah kesempatan untuk mengunjungi keluarganya sebelum kami meninggalkan Rusia.
Akhirnya kami sampai di kota keluarganya. Kami menyewa sebuah kamar kemudian kami menstempel paspor tersebut.

Perjalanan yang penuh siksaan…
Kami pergi mengunjungi keluarganya. Ternyata rumah itu tampak kuno dan sederhana. Nampak jelas ada tanda-tanda kemiskinan di sana. Kami mengetuk pintu rumah tersebut dan yang membukakan pintu adalah kakak laki-lakinya yang tertua, ia seorang pemuda yang kekar otot-ototnya. Istriku gembira dapat bertemu dengan kakaknya, ia membuka wajahnya dan tersenyum serta mengucapkan selamat berjumpa! Adapun sang kakak -ketika pertama kali melihat adiknya- wajahnya terlihat gembira dengan kepulangannya yang selamat tapi bercampur heran karena pakaiannya yang hitam dan menutup semuanya itu.
Istriku masuk sambil tersenyum dan memeluk saudaranya. Aku pun ikut masuk di belakangnya dan duduk di ruang tamu, aku duduk seorang diri. Adapun dia, terus masuk ke dalam rumah. Aku mendengar mereka berbicara dengan bahasa Rusia. Aku tidak faham sama-sekali, tetapi aku perhatikan nada suara mereka semakin meninggi dan keras!! Logatnya pun berubah!! Teriakan mulai meninggi!!… Tiba-tiba mereka semua meneriaki istriku, sementara ia membela diri dan menyanggah perkataan mereka. Aku merasa ada hal yang tidak baik dalam urusan ini, tetapi aku tidak bisa memastikannya karena aku tidak faham sedikitpun dari pembicaraan mereka.
Tiba-tiba suara mereka semakin mendekat ke ruangan tamu –dimana aku berada di situ- kemudian keluarlah tiga orang pemuda dipimpin oleh seorang yang agak tua menemuiku. Pada mulanya aku menduga bahwa mereka akan menyambut kedatangan suami dari anak mereka! Ternyata mereka menyerangku seperti binatang buas. Tiba-tiba sambutan berubah menjadi pukulan-pukulan dan tamparan-tamparan!! Aku berusaha untuk membela diri dari serangan mereka, aku berteriak dan minta tolong, hingga habis kekuatanku. Aku merasa di rumah inilah akhir hidupku. Mereka semakin menghujaniku dengan pukulan-pukulan. Sementara itu aku berusaha menoleh ke sekitarku, aku berusaha mengingat-ingat dari pintu mana aku tadi masuk supaya aku bisa keluar. Ketika aku melihat pintu, aku segera bangkit membuka pintu dan kabur. Sementara mereka mengejar di belakangku. Aku masuk di tengah kerumunan orang hingga tersembunyi dari mereka.
Kemudian aku menuju ke kamarku yang kebetulan tidak jauh dari rumah itu. Aku berdiri membersihkan darah dari wajah dan mulutku. Aku melihat diriku, ternyata pukulan dan tamparan-tamparan itu meninggalkan bekas pada kening, pipi dan hidungku. Darah mengalir dari mulutku, pakaianku robek. Aku memuji Allah yang telah menyelamatkanku dari binatang-binatang buas tersebut. Tetapi aku berkata dalam hati, “Aku telah selamat, tetapi bagaimana dengan istriku?!” Wajahnya terbayang-bayang di hadapanku, apakah ia juga menerima pukulan dan tamparan sepertiku? Laki-laki saja hampir-hampir tak sanggup menghadapinya… sementara ia adalah seorang wanita, apakah ia mampu menanggungnya?! Aku khawatir wanita yang lemah itu roboh…

Inikah saatnya perpisahan…??
Syetan mulai bekerja dan membisikkan kepadaku, “Ia akan murtad dari agamanya dan kembali menjadi Kristen, lalu engkau akan kembali ke negerimu seorang diri.” Aku jadi bingung, apa yang harus aku perbuat? Di negeri ini, kemana aku harus pergi, apa yang mesti aku lakukan? Nyawa di negeri ini murah, engkau bisa menyewa seseorang untuk membunuh orang lain hanya dengan sepuluh dollar!! Uuuh … bagaimana kalau keluarga istriku menyiksanya lalu ia menunjukkan kepada mereka tempatku, kemudian mereka mengutus seseorang untuk membunuhku di kegelapan malam…?
Aku kunci kamar, aku tetap merasa takut dan cemas sampai pagi. Kemudian aku berganti pakaian lalu pergi untuk mencari-cari informasi, aku lihat rumah mereka dari kejauhan, aku mengawasinya dan mengikuti apa yang terjadi di situ. Akan tetapi pintunya tertutup. Aku terus menunggu. Tiba-tiba pintu terbuka dan keluarlah tiga orang pemuda dan seorang tua. Ketiga pemuda itulah yang menyiksaku. Dari penampilannya nampaknya mereka akan pergi ke tempat kerja. Pintu pun tertutup dan terkunci kembali. Aku tetap mengawasi dan mengintai. Aku berharap dapat melihat wajah istriku, akan tetapi tak berhasil.
Aku terus mengawasinya sampai berjam-jam. Kemudian para laki-laki yang pergi itu kembali dari pekerjaan mereka dan memasuki rumah mereka. Aku merasa lelah, lalu kembali ke kamarku.
Pada hari kedua, aku pergi mengawasi kembali. Akan tetapi aku tidak melihat istriku. Pada hari ketiga pun sama. Aku sudah putus asa akan kehidupannya, aku menduga ia sudah mati karena kerasnya siksaan atau dibunuh! Akan tetapi seandainya ia telah mati tentu paling tidak akan terlihat kesibukan di rumah itu, akan ada yang datang untuk berta’ziah (melayat) atau menjenguk. Akan tetapi ketika aku tidak melihat sesuatu yang aneh. Akhirnya aku meyakinkan diriku bahwa ia masih hidup dan kesempatan bertemu kembali masih ada.

Pertemuan…
Pada hari yang keempat, aku tidak sabar untuk duduk di kamarku, lalu aku pergi untuk mengawasi rumah mereka dari kejauhan. Ketika para pemuda itu pergi bersama ayah mereka ke tempat kerjanya seperti biasa, sementara aku tetap mengawasi dan berharap, tiba-tiba pintu terbuka… dan ternyata wajah istriku terlihat dari balik pintu.
Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, aku melihat ke wajahnya, ternyata penuh dengan lingkaran-lingkaran merah dan bekas-bekas pukulan yang membiru, karena banyaknya pukulan dan tamparan. Pakaiannya bersimbah darah. Aku merasa cemas dan iba ketika melihat penampilannya. Aku segera menghampirinya. Aku melihatnya semakin jelas, ternyata darah mengalir dari luka-luka di wajahnya. Kedua tangan dan kakinya pun mengalirkan darah. Pakaiannya robek-robek, tidak tersisa kecuali secarik kain sederhana yang menutupinya. Kedua kakinya terikat dengan belenggu!! Kedua tangannya pun diikat ke belakang dengan rantai. Tatkala aku melihatnya seperti itu aku menangis. Aku tidak dapat menguasai diriku, aku panggil ia dari kejauhan…

Keteguhan…
Istriku berkata kepadaku sambil menahan air matanya dan merintih karena pedihnya siksaan, “Dengarkan wahai Khalid, jangan engkau mencemaskan diriku, aku tetap teguh di atas perjanjian. Demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, apa yang aku temui sekarang ini tidak sebanding seujung rambut pun dengan apa yang ditemui oleh para sahabat dan tabi’in, apalagi para Nabi dan Rasul. Dan aku mengharap agar engkau tidak ikut campur dalam urusan antara aku dan keluargaku, dan pergilah cepat-cepat sekarang juga serta tunggulah di kamar sampai aku datang, insya Allah, akan tetapi perbanyaklah doa, qiyamullail dan shalat.
Aku pun pergi dari sisinya sementara aku merasa sangat iba dan sedih atas dirinya, aku tinggal di kamarku sehari penuh menunggunya, aku mengharapkan kedatangannya. Hari berikutnya pun lewat. Hari ketiga juga berlalu, sampai malam telah larut, tiba-tiba pintu kamarku diketuk! Aku terkejut… siapakah gerangan yang di balik pintu?! Siapa yang mengetuk itu? Akan merasa sangat takut, siapa yang datang pada tengah malam begini? Boleh jadi keluarganya telah mengetahui tempatku, atau boleh jadi istriku telah mengaku lalu keluarganya datang untuk membunuhku. Aku ditimpa ketakutan seperti mau mati, tidak ada jarak antara aku dengan kematian kecuali seujung rambut. Aku bertanya dengan mengulang-ulang, “Siapa yang mengetuk pintu itu?”
Tiba-tiba terdengar suara istriku berkata dengan penuh kelembutan, “Bukalah pintu, aku Fulanah.” Kemudian aku nyalakan lampu kamar dan aku buka pintu. Ia masuk dalam keadaan gemetar dan kondisi yang mengenaskan, sementara luka-luka disekujur tubuhnya. Ia berkata, “Cepat kita pergi sekarang!” Aku berkata, “Sementara keadaanmu seperti ini?!” Ia menjawab, “Ya, cepatlah.” Aku mulai membereskan pakaianku sementara ia mengambil kopernya, ia mengganti pakaiannya dan mengeluarkan hijab dan ‘aba’ah (mantel luar) nya lalu dipakainya. Kami segera mengambil semua barang-barang kami lalu turun dan naik taksi. Wanita yang lemah itu menghempaskan tubuhnya yang lapar dan penuh luka itu ke kursi mobil…

Ke Bandara …
Begitu aku naik taksi, aku langsung berkata kepada sopir dengan bahasa Rusia, “Ke bandara pak!” Aku memang sudah mengetahui beberapa kata dalam bahasa Rusia. Tetapi istriku berkata, “Tidak, kita tidak akan pergi ke bandara, tetapi kita akan pergi ke suatu desa.”
Aku bertanya, "Kenapa? Bukankah kita akan kabur?!” Ia menjawab, “Benar, akan tetapi jika keluargaku tahu akan kepergianku mereka pasti akan segera mencari kita di bandara. Kita pergi saja ke suatu desa, jika kita telah sampai di desa tersebut kita akan turun, lalu naik mobil lain ke desa yang lainnya, kemudian ke desa lainnya, kemudian ke sebuah kota lain yang di situ ada bandara internasional.”
Ketika kami telah sampai di bandara internasional, kami segera memesan tiket untuk pulang ke negeri kami, akan tetapi pemesanan terlambat, lalu kami menyewa sebuah kamar dan tinggal di situ.
Tatkala kami sudah merasa tenang tinggal di kamar, istriku melepas aba’ah (mantel luar) nya. Aku melihat kepadanya, ya Allah … ternyata tidak ada satu tempat pun yang selamat dari darah!! Kulitnya tercabik, darah-darah yang membeku, rambut yang terpotong-potong dan bibir yang membiru …

Kisah yang menakutkan…
Aku bertanya kepadanya, “Apa yang telah terjadi?.” Ia menjawab, “Ketika kita telah masuk ke rumah, aku duduk bersama keluargaku, lalu mereka berkata kepadaku, ‘Pakaian apa ini?!! Aku menjawab, ‘Ini adalah pakaian Islam.’ Mereka berkata, ‘Dan siapakah laki-laki itu?!’ Aku menjawab, ‘Dia suamiku, aku telah masuk Islam dan menikah dengan laki-laki tersebut.’ Mereka berkata, ‘Tidak mungkin ini terjadi!’”
Kemudian aku berkata, "Dengarkanlah dulu ceritaku.” Lalu aku ceritakan kepada mereka kisah laki-laki Rusia yang ingin menarikku ke lembah prostitusi, lalu bagaimana aku bisa lari darinya, kemudian pertemuanku denganmu. Mereka berkata, "Seandainya engkau menempuh jalan prostitusi tentu lebih kami sukai daripada engkau datang kepada kami sebagai muslimah.” Mereka juga berkata kepadaku, “Sekali-kali engkau tidak akan bisa keluar dari rumah ini kecuali sebagai wanita kristen orthodox atau mayat yang kaku!!”
Sejak saat itu mereka menyiksa dan memukuliku, kemudian mereka menuju kepadamu dan memukulimu, sementara aku mendengar mereka memukulimu dan engkau berteriak minta tolong, sedangkan aku saat itu dalam keadaan terikat. Dan ketika engkau lari, saudara-saudaraku kembali kepadaku dan menumpahkan cacian serta cercaannya kepadaku. Kemudian mereka pergi dan membeli rantai belenggu, lalu mereka mengikatku.
Mereka mulai mencambukku, aku merasakan cambukan yang meninggalkan bekas, mereka mencambukku dengan cambuk-cambuk yang aneh dan asing!! Setiap hari pemukulan dimulai ba’da ‘ashar sampai tiba waktu tidur, adapun di pagi hari, ayah dan saudara-saudaraku pergi ke tempat kerja, sedangkan ibuku di rumah. Nah, inilah waktu istirahatku satu-satunya. Tidak ada di sampingku selain adik perempuan yang umurnya 15 tahun. Ia mendatangiku dan menertawakan keadaanku. Percayakah engkau bahwa hingga tidur pun aku dalam keadaan pingsan? Mereka mencambukku sampai aku pingsan dan tertidur. Mereka hanya menuntut dariku agar murtad dari Islam, tetapi aku menolaknya dan berusaha keras untuk bersabar. Setelah itu adik perempuanku mulai bertanya kepadaku, “Kenapa engkau tinggalkan agamamu dan agama ibu, ayah serta kakek-kakekmu?.”

Dia adakan baginya jalan keluar …
Aku berusaha untuk meyakinkannya, aku jelaskan kepadanya tentang dien ini, aku terangkan tentang tauhid, lalu ia pun mulai merasa puas dan terkesan!! Gambaran tentang Islam mulai jelas di hadapannya!! Tiba-tiba aku dikejutkan olehnya ketika ia berkata, “Engkau di atas kebenaran … inilah agama yang benar, inilah agama yang seharusnya aku anut juga!!” Kemudian ia berkata kepadaku, “Aku akan membantumu.” Aku menjawab, “Jika engkau memang ingin membantuku maka bantulah aku untuk menemui suamiku.”
Adik perempuanku mulai melihat dari atas rumah, lalu ia melihatmu sedang berjalan, ia segera berkata kepadaku, “Sesungguhnya aku melihat seorang laki-laki yang begini dan begitu cirinya.” Aku berkata, “Dialah suamiku, jika engkau melihatnya maka bukakanlah pintu untukku agar aku bisa berbicara kepadanya.”
Dan benar, ia pun membukakan pintu lalu aku keluar dan berbicara kepadamu, akan tetapi aku tidak bisa keluar menghampirimu karena aku dalam keadaan terikat dengan dua rantai belenggu yang kuncinya dipegang oleh saudaraku, dan rantai yang ketiga diikatkan ke salah satu tiang rumah agar aku tidak bisa keluar. Kuncinya dipegang oleh adik perempuanku ini dan akan dibukanya bila aku hendak ke kamar mandi.
Ketika aku berbicara kepadamu waktu itu dan aku meminta kepadamu agar tetap tinggal sampai aku datang, keadaanku masih terikat dengan rantai belenggu. Lalu aku mulai meyakinkan adik perempuanku tentang Islam, maka ia pun masuk Islam dan ingin berkorban dengan pengorbanan yang lebih besar dari pengorbananku. Ia pun memutuskan untuk melepasku agar bisa keluar rumah, akan tetapi kunci-kunci rantai belenggu dipegang oleh saudaraku dan ia sangat menjaganya.
Pada hari tersebut, adik perempuanku menyiapkan untuk saudara-saudaraku khamr yang kental dan berat. Lalu mereka pun meminumnya sampai mabuk berat dan tidak sadar sama sekali. Kemudian adikku mengambil kunci tersebut dari kantong saudaraku dan membuka rantai-rantai belenggu itu dariku. Lalu aku datang menemuimu pada kegelapan malam itu.
Aku bertanya kepada istriku, “Bagaimana adik perempuanmu? Apa yang akan terjadi dengannya?” Ia menjawab, “Tidak masalah, aku sudah meminta kepadanya agar merahasiakan ke-Islamannya sampai kita bisa memikirkan urusannya.”
Kami pun bisa tidur malam itu, dan keesokan harinya kami pulang ke negeri kami. Begitu kami sampai di negeri kami, langsung aku masukkan istriku ke rumah sakit. Ia tinggal di situ beberapa hari menjalani pengobatan karena bekas cambukan-cambukan dan penyiksaan. Dan sekarang ini kami berdoa untuk adik perempuannya agar Allah Swt meneguhkan hatinya di atas dien-Nya.

(Kisah ini dikutip dari kaset yang berjudul Qishash Mu’atstsirah, oleh Dr. Ibrahim Al Faris).

SURUTNYA RUH DA'WAH PADA SEORANG DA'I

Bagaimana para pemudi kita sekarang ini bermalas-malasan dari menolong agama, bahkan bagaimana mereka melihat kemungkaran-kemungkaran yang jelas dengan bentuk yang fasiq atau melihat hubungan-hubungan yang bebas dan perbuatan-perbuatan haram dalam berpakaian dan hijab, dimana ini semua mengisyaratkan dekatnya turunnya azab… ia melihat kemungkaran-kemungkaran ini diantara kerabatnya, saudara-saudara perempuannya dan teman-teman perempuannya kemudian ia tidak giat untuk mencegahnya (mengingkarinya) ?

Padahal telah bersabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُـنْكَرًا فَلْيُـغَيِّرْهُ

“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran maka ia harus merubahnya… “ (HR. Muslim dan Abu Dawud).

Apakah engkau sudah merubah kemungkaran-kemungkaran dengan semampumu? Alangkah ingin tahunya aku, bagaimana keadaanmu kelak pada hari kiamat, ketika bergantung kepadamu teman atau rekan perempuan, orang yang dicintai atau kawan dekat, dalam keadaan menangis dan meratap berkata, “Kenapa engkau lihat kami dalam kemungkaran-kemungkaran dan melakukan hal-hal yang haram lalu engkau tidak mencegah atau menasehati atau mengingatkanku?”
Lihatlah pengorbanan wanita-wanita kafir untuk agamanya. Salah seorang da’i berkata, “Aku pernah melakukan rihlah da’wah (perjalanan da’wah) ke tempat-tempat pengungsi di Afrika. Jalan menuju ketempat itu sepi dan menakutkan, kami ditimpa kesulitan dan kecapekan, kami tidak melihat didepan kami kecuali bukit-bukit pasir. Kami tidak sampai ke suatu desa di tengah perjalanan kecuali penduduknya mengingatkan kami akan bahaya para penyamun. Kemudian Allah memudahkan kami hingga sampai ke tempat para pengungsi malam hari. Mereka bergembira dengan kedatanganku dan menyiapkan sebuah kemah dengan kasurnya yang sudah lapuk.
Aku lemparkan diriku ke atas kasur itu karena sangat letihnya. Kemudian aku mulai merenungkan perjalananku ini. Tahukah engkau, apa yang terlintas dalam benakku?! Aku merasa sedikit bangga dan kagum terhadap diriku, bahkan aku merasa lebih tinggi dari yang lain! Siapakah yang mampu mendahuluiku ke tempat ini? Siapakah yang mampu berbuat seperti yang aku perbuat?! Siapakah yang sanggup menanggung kesulitan-kesulitan seperti ini?! Syetan senantiasa meniup ke dalam hatiku hingga hampir saja aku larut dalam kesombongan dan ghurur (membanggakan diri sendiri).
Esok paginya kami keluar berkeliling ke pelosok-pelosok daerah, hingga kami sampai ke sebuah sumur yang terletak jauh dari tempat para pengungsi. Aku melihat sekumpulan kaum wanita sedang menjunjung di atas kepala mereka panci-panci berisikan air. Perhatianku terarah pada seorang wanita putih di antara wanita-wanita tersebut. Semula aku menduga ia adalah salah seorang wanita dari para pengungsi tersebut yang tertimpa penyakit belang.
Aku bertanya kepada pengantarku tentang dia. Pengantarku berkata,Dia seorang missionaries (Kristen) wanita berkebangsaan Norwegia, umurnya masih sekitar tiga puluhan. Ia sudah tinggal di sini sejak enam bulan silam, ia berpakaian seperti pakaian para wanita kami, memakan makanan yang biasa kami makan, mendampingi kami dalam pekerjaan-pekerjaan kami. Setiap malam ia mengumpulkan gadis-gadis lalu berbicara kepada mereka, mengajari mereka membaca dan menulis dan kadang-kadang mengajari tari. Berapa banyak anak yatim yang dia usap kepalanya! Berapa banyak orang sakit yang dia ringankan penderitaannya!’”
Coba perhatikanlah keadaan wanita ini, apa yang membuatnya mau tinggal di tempat-tempat sunyi yang jauh seperti ini, sementara ia berada dalam kesesatannya?! Apa yang mendorongnya untuk meninggalkan peradaban Eropa dan kebun-kebunnya yang hijau?! Apa yang menguatkan tekadnya untuk tinggal menetap bersama para wanita yang lemah dan miskin sementara ia berada dalam puncak masa mudanya?! Apakah engkau tidak merasa kecil, ia seorang missionaris yang sesat, bersabar dan bersusah payah, sementara dia dalam kebatilan?
Bahkan di daerah-daerah pedalaman Afrika, sampai juga missionaris wanita muda dari Amerika, Inggris dan Perancis, datang untuk tinggal di gubuk kayu atau rumah dari tanah liat, memakan dari jenis makanan yang paling rendah sebagaimana yang dimakan penduduk asli, meminum dari sungai sebagaimana mereka minum, mengasuh anak-anak kecil dan mengobati para wanita. Dan apabila engkau lihat dia setelah kembali ke negerinya, warna kulitnya yang dulu putih kini sudah berubah pucat, kulitnya pun menjadi kasar dan tubuhnya menjadi lemah. Akan tetapi ia melupakan semua kesulitan-kesulitan tersebut dalam rangka berkhidmat (melayani) agamanya. Sungguh aneh. Begitulah pengorbanan para missionaris wanita, mereka bersusah payah, menanggung penderitan, giat dan berkorban, agar manusia menyembah selain Allah.

Allah SWT berfirman:
“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs. An Nisaa’ [4]: 104).


SEORANG DA’I YANG LAIN BERKATA:
Ketika itu aku sedang berada di Jerman. Tiba-tiba pintu kamarku diketuk orang, lalu suara seorang wanita muda terdengar memanggil dari balik pintu. Aku berkata kepadanya, "Apa yang engkau inginkan?” Ia menjawab, “Tolong bukalah pintu.” Aku berkata, “Aku seorang laki-laki muslim, dan tidak ada di sisiku seorang pun, sehingga engkau tidak boleh masuk menemuiku.” Namun ia tetap bersikukuh minta dibukakan pintu walaupun sejenak, sedangkan aku tetap enggan untuk membukakan pintu.
Lalu ia berkata, “Saya dari jama’ah Syuhud Yahoh (Para saksi Yahoh), oleh karena itu bukalah pintu dan ambillah kitab-kitab serta buletin-buletin ini secara cuma-cuma.” Aku menjawab, “Aku tidak ingin sesuatu.” Ia mulai mengharap dan mengiba, akan tetapi aku segera membelakangi pintu dan masuk ke dalam kamarku. Apa yang ia lakukan? Ternyata ia meletakkan mulutnya di lubang kunci pintu kemudian mulai berbicara tentang agamanya, ia menjelaskan prinsip-prinsip aqidahnya selama sepuluh menit.
Setelah ia selesai aku bertanya kepadanya, “Kenapa engkau bersusah-payah seperti ini?” Ia menjawab, “Saya justeru merasa bahagia dan tenang sekarang ini karena saya telah memberikan apa yang saya mampu di jalan agamaku.”
Demikianlah kesungguhan dan ketulusan mereka dalam melakukan missinya, lalu di manakah kesungguhan para da’i Islam?
Allah SWT berfirman:
“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (Qs. An Nisaa’ [4]: 104).


APAKAH ENGKAU TIDAK PERNAH BERTANYA KEPADA DIRIMU PADA SUATU HARI…
Wahai saudariku … apa yang telah engkau persembahkan untuk Islam, berapa pemudi yang telah bertaubat karenamu, berapa yang telah engkau infaqkan untuk membimbing para pemudi ke jalan Tuhanmu?
Sebagian wanita-wanita shaleh berkata, “Aku tidak berani untuk berda’wah, tidak juga untuk mengingkari kemungkaran-kemungkaran.” Sungguh aneh!! Bagaimana seorang penyanyi wanita yang fasik berani untuk menyanyi di depan puluhan ribu orang yang menontonnya sementara ia tidak berkata, “Aku takut dan malu.” Bagaimana seorang penari wanita yang amoral memamerkan tubuhnya di hadapan ribuan orang sementara ia tidak takut atau sungkan. Sementara engkau jika diminta untuk menasehati atau mendakwahi saudaramu lalu engkau diperdayakan oleh syetan? Bahkan sebagian pemudi menghiaskan kemungkaran untuk temannya, ia saling bertukar pinjam majalah-majalah yang keji dan kaset-kaset lagu atau mengajak kawan-kawannya ke majlis-majlis yang mungkar dan maksiat. Ini termasuk tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan serta bergabung dalam golongan syetan. Sungguh kecintaan seperti ini akan berubah menjadi permusuhan dan kebencian.
Allah berfirman:
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Az Zukhruf [43] : 67).

Ini adalah keadaan mereka di padang mahsyar pada hari kiamat. Mereka akan diliputi oleh kehinaan dan penyesalan. Adapun di Neraka kelak maka sebagaimana firman Allah tentang segolongan dari ahli maksiat:

“Kemudian di hari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain); dan tempat kembalimu adalah neraka, dan sekali-kali tidak ada bagimu para penolongpun. ” (QS. Al Ankabut [29] : 25)

Benar, sebagian mereka akan melaknat sebagian yang lain, seorang pemudi akan berkata kepada kawannya yang selama ini ia bergaul dengannya di dunia, saling tertawa dan bercanda, “Semoga Allah melaknatimu, engkaulah yang telah menjerumuskanku dalam kekejian.” Sementara yang lain berkata, “Justeru engkaulah yang dilaknati Allah, engkaulah yang telah memberiku kaset lagu-lagu.” Kawannya menjawab justeru engkaulah dilaknati Allah, engkaulah yang telah menghiaskan bagiku sufuur (membuka aurat).” Yang lainnya menjawab, “Bahkan engkaulah yang dilaknati Allah, engkaulah yang telah menunjukkan kepadaku jalan-jalan kefasikkan.”
Sungguh aneh, bagaimana bisa lenyap gelak-tawa dan canda, bisikan-bisikan dan sentuhan itu. Selama ini kalian berdua berkeliling pasar, saling tertawa dengan teman-teman, tetapi pada hari ini sebagian kalian mengingkari dan melaknati sebagian yang lain.
Benar, karena mereka tidak pernah berkumpul pada suatu hari di atas nasehat dan kebaikan, maka pada hari kiamat mereka berkumpul… akan tetapi berkumpul di mana? Di neraka yang tidak pernah padam apinya, tidak pernah dingin nyalanya dan tidak akan diringankan panasnya, kecuali jika Allah menghendakinya…


MAKA DI MANAKAH WANITA KITA SEKARANG?
Di manakah wanita-wanita kita dari jalannya para wanita yang shalehah itu? Ke manakah wanita-wanita yang terjatuh dalam pelanggaran-pelanggaran syariat dalam hal berpakaian, berbicara dan memandang, kemudian jika engkau menasihati salah seorang dari mereka maka ia kan menjawab, “Semua wanita berbuat seperti itu dan aku tidak bisa melawan arus!”
Subhanallah!! Di mana kekuatan dalam beragama dan keteguhan dalam prinsip. Jika seorang pemudi –karena cobaan yang paling ringan-, ia meninggalkan ketaatannya kepada Allah dan mengikuti syetan, maka di mana ketundukan terhadap perintah-perintah Allah? Sedangkan

Allah Swt berfirman:
“Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab [33]: 36)

Di manakah pemudi-pemudi yang suka berbuat kesia-siaan? Yang tidak takut dengan laknat Tuhannya, mengenakan ‘abaah (mantel luar) di atas pundaknya sehingga orang-orang bisa melihat lekuk kedua pundak dan tubuhnya, disamping hal itu merupakan tasyabuh (meniru-niru) kaum pria, karena kaum pria-lah yang mengenakan ‘abaah di atas pundaknya. Dan seorang wanita yang menyerupai laki-laki maka ia terkena laknat.
Dan di mana wanita yang bertato? Yang meletakkan tato pada wajahnya dengan bentuk titik-titik yang terpancar atau dengan bentuk gambar-gambar pada bagian-bagian tubuhnya. Itu adalah perbuatan para wanita tuna susila.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

“Allah subhanahu wa ta'ala melaknat wanita yang bertato dan yang meminta dibuatkan tato.”
Kemudian di mana wanita yang mengenakan rambut palsu, sementara Allah Taala telah melaknat wanita yang memakai rambut palsu dan yang minta dipakaikan rambut palsu. Wanita-wanita tersebut terlaknat.
Tahukah engkau? Apa arti terlaknat?! Yaitu terusir dari rahmat Allah, terusir dari jalan surga. Apakah engkau suka jika terusir dari surga disebabkan oleh beberapa helai rambut yang engkau cabut dari kedua alismu? Atau karena ‘abaah yang engkau turunkan di atas kedua pundakmu? Atau karena beberapa titik tato yang ada di bagian tubuhmu? …


WANITA-WANITA YANG RUGI

Termasuk menuruti hawa nafsu dan syetan adalah berlebih-lebihannya seorang pemudi dalam hal berdandan meskipun hal itu jelas akan mengundang laknat Allah. Di antaranya ialah mencabut bulu-bulu alis atau menipiskannya, mungkin yang mencabut/mencukurnya. Dan hal itu sebenarnya mewujudkan janji-janji syetan tatkala ia bersumpah di depan Tuhannya, “Dan akan aku suruh mereka (merobah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merobahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata. (QS. An Nisa [4]: 119)

Mencabut bulu alis akan mengundang laknat Allah. Disebutkan dalam hadits yang shohih riwayat Abu Dawud dan yang lainnya dari sahabat Ibnu Mas’ud -radhiallahu 'anhu- ia berkata:

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ الْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالنَّامِصَةَ وَالْمُتَـنَمِّصَةَ الْمُـغَـيِّرَاتِ لِخَلْقِ اللهِ

“Rasulullah saw telah melaknat wanita yang bertato dan yang minta dibuatkan tato, yang mencabut bulu alisnya dan yang minta dicabutkan, yang merubah-rubah ciptaan Allah.”

Subhanallah … bagaimana engkau melakukan sesuatu yang akan mengundang laknat Allah, sementara engkau memohon kepada Allah ampunan dan rahmat-Nya, baik di dalam maupun di luar shalat? Bukankah ini suatu hal yang bertolak belakang antara ucapan danperbuatanmu? Engkau memohon rahmat Allah tetapi berbuat sesuatu yang akan mengusirmu darinya. Ini adalah sesuatu yang aneh!!
Para ulama yang rabbani (yang sholeh) telah berfatwa tentang keharamannya. Di depan saya lebih dari 20 fatwa tentang keharamannya. Jika engkau beriman kepada Allah maka engkau dituntut untuk mentaati-Nya segala apa yang Dia perintahkan dan menjauhi apa yang Dia larang.
Mencabut bulu alis termasuk tasyabuh (meniru) wanita kafir dan barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk dari golongan mereka. Dan Allah akan berfirman pada hari kiamat:
"Kumpulkanlah orang-orang yang zalim bersama teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah.” (QS. Ash Shoffaat [37]: 22)
Yakni orang-orang yang seperti mereka dan kawan-kawannya. Dan barangsiapa yang mencintai suatu kaum maka ia kaan dihimpun bersama mereka.janganlah engkau berkata, "Banyak wanita yang berbuat seperti itu,” karena banyak juga wanita-wanita yang menyembah patung, lantas apakah engkau menyembah patung seperti mereka? Banyak jug wanita yang mengalungkan salib, lalu apakah engkau akan berbuat seperti itu? Sesungguhnya banyaknya wanita yang berbuat tidak akan membuat engkau dimaafkan di sisi Allah, engkau bertanggung jawab atas perbuatanmu. Sebagaimana engkau ketika masih berada di sulbi (tulang punggung) ayahmu dalam keadaan sendiri, kemudian di dalam perut ibumu seorang diri, lalu dilahirkan seorang diri. ََََ

SEORANG WANITA DARI PENGHUNI SURGA

Ya, sejarah telah mengenal Ummu Syuraik. Disamping itu sejarah juga mencatat nama Al Ghumaisha’ binti Milhan, ibunda Anas bin Malik yang lebih terkenal dengan julukannya yaitu Ummu Sulaim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda tentangnya:
“Aku pernah masuk ke dalam surga lalu aku mendengar suara di depanku, ternyata ia adalah Al Ghumaisha’ binti Milhan.” (HR. Bukhari).
Dia seorang wanita yang sangat mengagumkan. Pada awal kehidupannya, ia hidup sebagaimana para pemudi lainnya di masa jahiliyah. Ia menikah dengan Malik bin Nadhar. Setelah datang Islam, beberapa utusan dari kaum Anshar menerima agama tersebut dan masuk Islam. Ummu Sulaim pun masuk Islam bersama rombongan pertama yang masuk Islam. Kemudian ia mengajak suaminya (Malik bin Nadhar) untuk masuk Islam, akan tetapi suaminya menolak bahkan memarahinya. Sang suami ingin membawa istrinya keluar dari Madinah menuju ke Syam, akan tetapi ia menolak dan keberatan. Lalu sang suami pergi sendiri dan akhirnya ia mati di sana.
Ummu Sulaim adalah seorang wanita yang cerdas dan cantik, sehingga banyak laki-laki yang berlomba untuk melamarnya. Abu Thalhah yang ketika itu masih belum masuk Islam mencoba untuk melamarnya. Ia menjawab, ”Adapun aku sesungguhnya berminat untuk menerimamu. Dan tidak sepantasnya orang seperti engkau ditolak. Akan tetapi engkau kafir sedangkan aku seorang wanita muslimah. Jika engkau masuk Islam maka cukuplah itu sebagai maharku, aku tidak akan minta yang lainnya.” Abu Thalhah berkata, "Aku sudah menganut suatu agama.” Ia menjawab, “Wahai Abu Thalhah, bukankah engkau tahu bahwa tuhanmu yang engkau sembah itu adalah kayu yang tumbuh dari bumi lalu dikerjakan oleh seorang tukang kayu Habsyi dari bani fulan?” Abu Thalhah berkata. “Benar.” Ia menjawab, “Apakah engkau tidak malu menyembah kayu yang tumbuh dari bumi lalu diukir oleh tukang kayu Habsyi dari bani fulan? Wahai Abu Thalhah, jika engkau masuk Islam maka aku tidak butuh mahar selainnya.” Abu thalhah menjawab, “Aku akan pikirkan dulu urusan ini.”
Kemudian Abu Thalhah pergi dan setelah itu datang lagi kepadanya seraya berkata, “Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa anna Muhammadan Rasulullah.” Ia bergembira dan berkata, “Wahai Anas, nikahkanlah Abu Thalhah!” Kemudian Abu Thalhah pun menikahinya.
Tidak ada satupun mahar yang lebih mulia daripada maharnya Ummu Sulaim, yaitu Islam. Lihatlah, bagaimana ia telah memurahkan dirinya di jalan agamanya, dan ia telah menggugurkan haknya demi Islam. Benar, seorang pemudi yang hidup untuk satu urusan yaitu Islam. Betapa ia mengagungkan Islam dan mengangkat urusannya, meninggikan kedudukannya dan membimbing manusia kepadanya.
Bahkan ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang ke Madinah dan kaum Anshar serta Muhajirin bergembira menyambutnya, ketika itu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tinggal dirumah Abu Ayyub, datanglah beberapa rombongan ke rumahnya untuk menziarahi beliau. Ketika itu Ummu Sulaim al Anshariyah keluar dari antara rombongan-rombongan tersebut, ia ingin mempersembahkan sesuatu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia tidak mendapati sesuatu yang lebih ia cintai selain anak kandungnya yang merupakan buah hatinya. Ia pun datang dengan anaknya, Anas, kemudian berdiri di hadapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, Anas ini akan selalu bersamamu untuk melayanimu.” Kemudian ia berlalu. Dan sejak itu Anas pun berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk melayani beliau setiap pagi dan petang…

Semalam bersama Ummu Sulaim…
Yang sungguh mengagumkan adalah keadaannya di dalam rumahnya, yaitu perhatian terhadap suaminya dan ridha dengan takdir Tuhannya. Ummu Sulaim menikah dengan Abu Thalhah, lalu ia dikaruniai seorang anak yang berwajah cerah yaitu Abu Umair. Abu Thalhah sangat mencintai anaknya itu. Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun mencintainya. Beliau pernah lewat di samping anak itu dan melihatnya bermain bersama seekor burung, Nughair namanya. Beliau mencandainya seraya berkata, “Wahai Abu Umair, bagaimana kabar si Nughair?”
Suatu hari anak itu sakit. Abu Thalhah sangat bersedih karenanya. Hingga sakitnya semakin bertambah parah. Abu Thalhah keluar menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk suatu keperluan, akan tetapi ia tertunda agak lama di sisi beliau. Sang anak pun semakin bertambah sakit dan akhirnya meninggal, sementara ibunya berada di sampingnya. Sebagian penghuni rumah menangis lalu ia menenangkan mereka seraya berkata, “Janganlah kalian ceritakan kepada Abu Thalhah tentang anaknya hingga aku sendiri yang akan mengabarinya.” Lalu ia meletakkan anaknya itu di sebuah sisi dari rumah dan menyelimutinya. Kemudian ia menyiapkan makan malam untuk suaminya.
Ketika Abu Thalhah pulang ke rumahnya ia bertanya kepadanya, “Bagaimana kabar sang anak?” ia menjawab, “Telah tenang dan aku berharap ia bisa beristirahat.” Lalu Abu Thalhah menuju ke anaknya untuk melihatnya, akan tetapi ia mencegahnya seraya berkata, “Dia sedang tenang, jangan engkau gerakkan dia.” Kemudian ia hidangkan makan malam suaminya lalu Abu Thalhah makan dan minum. Setelah itu Abu Thalhah menggauli istrinya. Setelah ia melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan tenang, ia berkata, “Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu kalau ada suatu kaum yang meminjamkan barang mereka kepada sebuah keluarga lalu ketika mereka meminta kembali barangnya itu bolehkah keluarga tersebut menahannya?”
Abu Thalhah menjawab, ”Tidak boleh.” Ia berkata lagi, “Apakah engkau tidak heran dengan tetangga kita?” Abu Thalhah bertanya, “Kenapa mereka?!” Ia berkata, “Mereka dipinjami barang oleh seseorang, lalu setelah barang itu tinggal lama di sisi mereka dan mereka merasa sudah memilikinya, datanglah pemiliknya untuk meminta kembali barangnya. Tetapi mereka keberatan untuk mengembalikan barang tersebut kepada pemiliknya.” Abu Thalhah berkata, “Sungguh buruk sekali apa yang mereka perbuat itu.” Lalu ia berkata, “Anakmu ini adalah titipan dari Allah, dan Dia sudah mencabutnya kembali ke sisi-Nya, maka berharaplah pahala dari Allah atas meninggalnya anakmu ini.”
Abu Thalhah terkejut kemudian berkata, “Demi Allah, engkau tidak akan bisa mengalahkanku dalam hal kesabaran malam ini.” Lalu Abu Thalhah berdiri dan mengurusi anaknya itu. Dan ketika pagi hari, Abu Thalhah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu menceritakan peristiwa tersebut. Beliau mendoakan keberkahan bagi keduanya. Berkata perawi hadits ini, “Sungguh aku telah melihat di masjid tujuh anak laki-laki mereka, semuanya telah menguasai (menghafal) Al Qur’an.”
Lihatlah, bagaimana ia telah menjadi tinggi dengan agamanya ketika mendapat musibah ia menjauhi dari melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam Islam seperti merobek saku atau menampar pipi atau berdoa dengan kecelakaan dan mengumpat. Apakah kalian lihat seorang wanita yang ditinggal mati anaknya di depan matanya lalu dia melayani suaminya dan menyiapkan dirinya untuk sang suami? Apakah kalian lihat cara yang lebih halus dan lembut selain dari caranya? …


Memotivasi sang suami…
Sesungguhnya wanita yang memiliki keimanan dan agama, kejujuran dan keyakinan seperti ini sungguh kebaikannya akan menyebar dan keberkahan perbuatannya akan mengena pada seluruh keluarganya, anak-anaknya akan menjadi sholeh, putri-putrinya akan menjadi istiqomah, dan suaminya pun akan terpengaruh dengan kesholehannya. Maka tidak heran jika nilai AbuThalhah menjadi naik setelah menikah dengannya. Ummu Sulaim selalu mendorong suaminya untuk berdakwah dan berjihad serta taat kepada Allah.
Hingga ketika terjadi perang Uhud, Abu Thalhah keluar bersama para mujahidin. Cobaan mereka dalam peperangan ini sungguh dahsyat, kaum muslimin menjadi goncang, sebagian terbunuh dan bercerai-berai. Orang-orang musyrik menuju Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk membunuhnya. Para sahabat beliau yang mulia segera menghampiri beliau sementara mereka dalam keadaan luka-luka dan lapar, darah mereka mengalir di baju perang mereka, daging-daging mereka berserakan dari tubuh-tubuhnya. Mereka menuju Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu mengelilingi beliau dengan tubuh-tubuh mereka untuk menghalangi beliau dari sasaran panah atau pedang. Panah-panah dan pedang-pedang itu mengenai tubuh mereka.
Abu Thalhah mengangkat dadanya seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada panah yang bisa mengenaimu, dadaku sebagai tameng bagi dadamu.” Sementara dia berjuang membela dan melindungi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Orang-orang kafir membidiknya dari semua arah, ada yang membidiknya dengan panah, ada yang memukulnya dengan pedang dan ada pula yang menikamnya dengan khanjar (belati). Tak lama kemudian ia terkapar dan jatuh karena banyaknya pukulan yang mengenainya. Lalu Abu Ubaidah datang dengan secepat mungkin, ternyata Abu Thalhah sudah terkapar. Kemudian bersabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, “Ambillah saudaramu ini, sungguh ia telah berhak (untuk masuk surga).“ Mereka pun menggotongnya. Ternyata pada tubuhnya terdapat belasan bekas tusukan pedang atau panah.
Benar, setelah Ummu Sulaim, Abu Thalhah mengangkat panji agama. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sungguh, suara Abu Thalhah di kalangan tentara lebih baik daripada sekumpulan (tentara).” Ini adalah suaranya di kalangan tentara, lalu bagaimana dengan kekuatan dan perangnya ? …

MINUM AIR DARI LANGIT…

Ummu Syuraik al-Anshoriyah adalah seorang sahabat wanita yang masuk Islam bersama rombongan pertama yang masuk Islam di kota Makkah, negeri yang aman. Tatkala ia melihat kuatnya orang-orang kafir dan lemahnya orang-orang mukmin maka ia pun ikut berfikir untuk ikut andil berdakwah menyeru kepada dien (Islam). Imannya semakin menguat, kedudukan Tuhannya semakin tinggi di sisinya. Kemudian ia masuk menemui wanita-wanita Quraisy secara sembunyi-sembunyi lalu menyeru mereka kepada Islam dan mencegah mereka dari menyembah patung-patung. Ketika perbuatannya itu diketahui oleh orang-orang Makkah, mereka menjadi marah kepadanya. Sementara ia bukanlah dari suku Quraisy sehingga akan dibela oleh sukunya jika dianiaya.
Kemudian orang-orang kafir menangkapnya seraya berkata, "Kalau bukan karena kaummu adalah sekutu kami, niscaya kami akan memperlakukanmu begini dan begitu. Akan tetapi karena kaummu adalah sekutu kami maka kami akan memulangkanmu dari Makkah ke kaummu.” Kemudian mereka menyeret wanita yang lemah itu dan mengangkatnya ke atas seekor unta, sengaja mereka tidak menyiapkan pelana atau kain di atas punggung unta supaya menambah siksaannya. Kemudian mereka membawanya berjalan selama tiga hari tiga malam tanpa memberinya makan dan minum hingga wanita yang lemah itu hampir binasa karena lapar dan haus. Karena kebencian mereka terhadapnya, jika mereka singgah di suatu tempat, mereka mengikatnya lalu melemparnya di bawah terik matahari, sementara mereka sendiri berteduh di bawah pohon.
Tatkala mereka sedang dalam perjalanan, mereka singgah di suatu tempat lalu menurunkan wanita itu dari untanya kemudian mengikatnya di bawah terik matahari. Ia meminta minum kepada mereka, akan tetapi mereka tidak memberinya minum. Ketika ia sedang mengemut-ngemut karena sangat kehausan, tiba-tiba ada sesuatu yang dingin di atas dadanya. Ia mengambilnya dengan tangannya, ternyata ia adalah sebuah ember yang berisi air. Ia minum sedikit kemudian ember itu ditarik dan diangkat, kemudian kembali lagi lalu ia ambil dan ia minum dari ember itu. Kemudian diangkat lagi lalu kembali lagi. Kemudian diangkat lagi berulang-ulang. Ia minum sampai puas kemudian ia tuangkan air dari dalam ember itu ke tubuh dan pakaiannya.
Tatkala orang-orang kafir itu terbangun dan bersiap-siap untuk berangkat kembali, mereka menghampiri wanita itu. Mereka mendapati bekas-bekas air pada tubuh dan pakaiannya serta mereka melihat keadaannya nampak segar. Mereka terheran-heran, bagaimana ia bisa sampai kepada air padahal ia dalam keadaan terikat. Mereka bertanya kepadanya, “Apakah engkau lepaskan tali-tali yang mengikatmu lalu engkau mengambil tempat minum kami dan meminumnya?” Dia menjawab, “Demi Allah, tidak. Akan tetapi sebuah ember dari langit telah turun kepadaku lalu aku minum air dari ember itu hingga puas.”
Mereka saling berpandangan satu sama lain seraya berkata, "Jika wanita ini jujur berarti agamanya lebih baik daripada agama kita.” Lalu mereka memeriksa tempat air mereka masing-masing, ternyata mereka mendapati tempat-tempat air itu persis seperti ketika mereka tinggalkan, tidak berkurang sedikitpun. Melihat keajaiban ini mereka merasa takjub dan masuk Islam saat itu juga, semuanya masuk Islam! Kemudian mereka melepaskan wanita itu dari tali-tali yang mengikatnya dan memperlakukannya dengan baik serta memuliakannya. Mereka semua masuk Islam disebabkan kesabaran dan keteguhan wanita itu.
Demikianlah perjuangan dan pengorbanan Ummu Syuraik. Allah tidak menyia-nyiakan jerih payahnya dan nanti pada hari kiamat Ummu Syuraik akan datang menghadap Allah sementara pada buku catatan amalnya terdapat laki-laki dan wanita-wanita yang masuk Islam karena dakwahnya …

WANITA SYAHIDAH PERTAMA DALAM ISLAM

Ummu ‘Ammar atau Sumayyah binti Khayyath adalah seorang hamba sahaya wanita milik Abu Jahal. Tatkala Allah telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa Islam, ia beserta suami dan anaknya masuk Islam. Lalu Abu Jahal menyiksa dan menganiaya mereka. Ia mengikat mereka di bawah terik matahari hingga hampir binasa karena panas dan haus. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat di samping mereka sementara mereka sedang di siksa, darah mengalir dari tubuh-tubuh mereka, bibir mereka pecah-pecah karena kehausan, kulit-kulit mereka luka-luka karena cambukan, sementara panas matahari memanggang mereka dari atas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pedih melihat keadaan mereka. Beliau berkata, “Bersabarlah wahai keluarga Yasir. Bersabarlah wahai keluarga Yasir. Karena sesungguhnya yang dijanjikan untukmu adalah surga.”
Kalimat-kalimat tersebut menyentuh pendengaran mereka hingga hati-hati mereka pun menari riang bagaikan terbang karena senang mendengar kabar gembira tersebut. Tiba-tiba datanglah Fir'aun umat ini yaitu Abu Jahal, ia bertambah marah kepada mereka dan menyiksa mereka seraya berkata, "Cacilah Muhammad dan Tuhannya!” Akan tetapi mereka semakin bertambah teguh dan sabar.
Maka majulah orang jahat itu (Abu Jahal) menuju Sumayyah seraya menghunus tombaknya lalu menikamkannya pada kemaluannya. Darah Sumayyah memancar, dagingnya berserakan, ia berteriak dan meminta tolong, sementara suami dan anaknya ada di sampingnya dalam keadaan terikat. Keduanya hanya bisa menoleh ke arahnya. Abu Jahal terus memaki-maki dan melaknat, sementara Sumayyah meregang nyawa sambil bertakbir!…
Abu Jahal terus mencabik-cabik tubuhnya yang hampir binasa itu dengan tombaknya hingga terpotong-potong bagian tubuhnya. Dia telah meninggal, radhiallahu 'anha (semoga Allah meridhainya). Benar, dia telah meninggal. Sungguh mengagumkan… alangkah indahnya saat-saat kematiannya. Ia meninggal setelah membuat ridha Tuhan-Nya dan tetap teguh di atas diennya. Ia meninggal dalam keadaan tak mempedulikan cambukan sang algojo atau rayuan kemaksiatan…

YANG PERTAMA KALI MASUK ISLAM ADALAH SEORANG WANITA

Disebutkan dalam shahih Bukhari bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum menerima wahyu kenabian, beliau biasa pergi ke gua Hira’ di sisi Makkah. Beliau beribadah di dalamnya. Pada suatu hari, ketika beliau sedang berada di dalam kesunyian gua, tiba-tiba datanglah Jibril kepadanya seraya berkata, “Iqra’ (bacalah)!” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketakutan terhadapnya seraya berkata, “Aku tidak pernah membaca sebuah kitab pun dan tidak bisa menulis. Aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril memeluknya sampai beliau merasa kepayahan kemudian dilepaskan. Lalu Jibril berkata lagi, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril memeluknya untuk yang kedua kali sampai beliau merasa kepayahan kemudian dilepaskan. Lalu ia berkata, “Bacalah!” Beliau menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Lalu Jibril memeluknya untuk yang ketiga kali sampai beliau merasa kepayahan kemudian dilepaskan. Lalu Jibril berkata, "Bacalah dengan (menyebut) nama Rabbmu Yang telah menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Rabbmu-lah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan qalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al ‘Alaq [96]: 1-5)

Tatkala Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mendengar ayat-ayat tersebut dan melihat pemandangan itu ketakutannya semakin bertambah dan hatinya bergetar. Kemudian ia pulang ke Makkah dan menemui istrinya, Khadijah, Ummul Mukminin (ibunda orang-orang mukmin) –radhiallahu ‘anha-. Beliau berkata, “Selimutilah aku, selimutilah aku.” Kemudian beliau berbaring berselimut, sementara Ummul Mukminin memperhatikannya. Ia tidak tahu apa yang telah membuat suaminya ketakutan.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam istirahat sejenak hingga hilang rasa takutnya kemudian menoleh kepada Khadijah dan menceritakan khabarnya seraya berkata, "Wahai Khadijah, sungguh aku takut atas diriku.” Khadijah berkata, "Sekali-kali tidak, demi Allah, Allah tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau selalu menyambung silaturrahim, menjamu tamu, menanggung beban, memberi orang yang tidak punya dan menolong orang-orang yang tertimpa musibah dalam kebenaran. ”
Kebaikan dan semangat Khadijah tidak hanya sampai di situ, akan tetapi ia menuntun tangan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan membawanya pergi menemui Waraqah bin Naufal, pamannya. Dia seorang tua yang sudah lanjut usianya dan buta, dia beragama Nasrani di masa jahiliyyah, dia pandai membaca Injil dan menyalinnya (ke bahasa Arab). Dia tahu berita-berita para nabi.
Tatkala Khadijah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam masuk menemui Waraqah dan duduk di sampingnya, Khadijah berkata kepadanya, “Wahai sepupuku, dengarkanlah keponakanmu ini.” Waraqah berkata, "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?” Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menceritakan apa yang telah ia lihat dan ia dengar berupa ayat-ayat Al Qur'an. Lalu Waraqah berkata, "Subbuh… Subbuh (Maha Suci Allah … Maha Suci Allah … ), bergembiralah … bergembiralah engkau, dia adalah Namus (Jibril dalam bahasa Ibrani, pent.) yang pernah turun menemui Nabi Musa -'alaihis salaam-. Wahai… seandainya aku masih muda dan kuat ketika kaummu mengusirmu pasti aku akan menolongmu!” Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam terkejut seraya berkata, "Apakah mereka akan mengusirku?!” Waraqah menjawab, “Benar! Sesungguhnya tidak ada seorang pun yang membawa seperti apa yang engkau bawa, pasti ia akan dimusuhi. Dan seandainya aku masih hidup ketika itu, pasti aku akan menolongmu dengan segenap kemampuanku.”
Kemudian beliau shallallahu 'alaihi wa sallam keluar bersama Khadijah, sementara Khadijah telah yakin bahwa masa tidur telah berlalu dan bahwa ia bersama seorang suami yang akan diuji. Boleh jadi ia akan diusir dari rumahnya dan dirinya diganggu. Padahal dialah seorang wanita yang tumbuh dalam kekayaan dan kenikmatan, nasabnya mulia dan terhormat. Kini ia akan menghadapi cobaan. Maka apakah dia lemah dalam menolong dien ini, atau mencampur keyakinannya dengan keraguan? Sekali-kali tidak, bahkan ia beriman dengan Tuhannya dan menolong Nabi-Nya dengan hartanya, fikirannya dan tenaganya. Begitulah senantiasa keadaannya sampai ia menemui Tuhannya.
Imam Muslim telah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah didatangi malaikat Jibril seraya berkata, “Wahai Rasulullah, ini adalah Khadijah, dia telah datang kepadamu sambil membawa wadah yang berisi kuah atau makanan atau minuman. Apabila ia telah datang menemuimu amak sampaikanlah untuknya salam dari Tuhannya dan dariku. Berilah ia kabar gembira dengan sebuah rumah dari mutiara di surga, tidak ada hiruk pikuk dan kecapekan di dalamnya.”
Inilah berita Khadijah, orang yang pertama kali masuk Islam dan membuang penyembahan berhala-berhala. Semoga Allah meridhoi Ummul Mukminin, Khodijah, semoga Allah meridhoi ibunda kita. Maka kenapakah putri-putrinya tidak meneladinya? kenapa engkau saudariku tidak meneladaninya? Agar disediakan bagimu di surga seperti apa yang telah disediakan untuknya, yaitu sebuah rumah dari mutiara, tidak ada kecapekan dan penyakit di dalamnya …

RATU DI ATAS SINGGASANANYA

Apakah engkau tahu? Ada seorang ratu di atas singgasananya, di atas tempat duduknya yang panjang terhampar dan kasur-kasur yang empuk, di antara para pelayan yang selalu melayaninya dan keluarga yang memuliakannya.
Akan tetapi ia adalah seorang wanita yang beriman, ia menyembunyikan keimanannya. Ia adalah Asiyah, istri Fir’aun. Ia berada di dalam kenikmatan yang melimpah. Ketika ia melihat iring-iringan para syuhada berlomba-lomba menuju pintu-pintu langit, ia pun merasa rindu untuk menemui Tuhannya dan tidak suka mendampingi Fir'aun.
Tatkala Fir'aun membunuh Masyithoh, seorang wanita yang beriman, ia masuk menemui istrinya, Asiyah, lalu memamerkan segala kekuatannya dihadapannya. Asiyah berteriak kepadanya, “Celakalah engkau! Alangkah beraninya engkau terhadap Allah!” Kemudian ia menyatakan keimanannya kepada Allah. Fir'aun pun marah dan bersumpah akan merasakan kepadanya siksaan maut atau ia kafir kembali dari Allah. Kemudian Fir'aun menyuruh pengawalnya untuk mengikat dan membentangkan Asiyah di atas sebilah papan. Kemudian kedua tangan dan kakinya pada pasak-pasak dari besi. Lalu ia dicambuki sampai darah mengalir dari tubuhnya dan daging-dagingnya terkelupas dari tulangnya. Tatkala siksaannya semakin keras dan ia mulai melihat kematian, ia mengangkat pandangannya ke langit seraya berdoa, “Ya Rabbi, bangunlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim". (QS. At Tahrim [66]: 11).
Dan doanya menembus langit, Ibnu Katsir –rahimahullah- berkata, "Lalu Allah menyingkap untuknya sehingga ia melihat rumahnya di surga, ia pun tersenyum lalu meninggal.”
Benar, ratu itu telah meninggal, dahulunya ia hidup di antara wewangian dan harumnya dupa, di antara kesenangan dan kesuka-citaan. Benar, ia telah meninggalkan gaun-gaunnya, parfum-parfum dan para pelayannya serta kawan-kawannya. Ia telah memilih kematian. Akan tetapi sekarang ia berada di dalam kenikmatan dan bersenang-senang di sana sekehendak hatinya. Kesabarannya dalam ketaatan dan melawan syahwat (hawa nafsu) telah memberikan manfaat untuknya …
Ratu tersebut telah pergi menuju Tuhannya, dan kebaikan tetap pada kaum wanita…

HARAKAH MUBARAKAH

HARAKAH MUBARAKAH :

Taharruk (bergerak) untuk agama dengan mengerahkan kemampuan secara maksimal dalam berdakwah di jalan Allah, serta untuk menegakkan syari`at dan meninggikan kalimat-Nya
di muka bumi, wajib menjadi unsur asasi dalam sendi-sendi keimanan setiap muslim.

Dalam kamus Lisān al-`Arab (1/614), kata al-harakah (الحركة ) berasal dari kata haruka (حرك), yang memiliki arti lawan dari kata diam atau tidak bergerak (ضد السكون), berarti ha-rakah adalah sesuatu yang bergerak atau suatu gerakan.
Secara bahasa, arti umum harakah adalah perpindahan tubuh dari satu tempat ke tempat tertentu menuju tempat lainnya (انتقال الجسم من مكان إلى مكان آخر). Hal tersebut menandakan adanya langkah-langkah dan usaha-usaha yang terus bergerak dari satu po-sisi menuju posisi yang lain atau dari satu keadaan menuju keadaan yang lain. Dari sini dapat difahami bahwa al-Harakah al-Islamiyyah berarti langkah-langkah, usaha-usaha dan gerakan-gerakan yang bersifat Islami, yaitu berdasarkan asas-asas, aturan-aturan dan nilai-nilai Islam, baik dalam tujuan, aqidah sikap maupun dalam suluknya.
Manusia diciptakan Allah swt untuk meng-abdi hanya kepada-Nya, atau mentauhidkan-Nya. Hal ini mengandung pengertian bahwa arti kehidupan yang sesungguhnya bagi ma-nusia adalah mempersembahkan seluruh aspek kehidupannya hanya untuk beribadah kepada Allah, Rabb , Pen-cipta, Pemilik dan Penga-tur alam semesta.
Tauhid adalah dasar penciptaan anak cucu ke-turunan Adam as, seluruh manusia, karena Allah swt telah menciptakan mereka sebagai muwahhidin (hanya mengabdi Allah semata). Bapak manusia, Adam as adalah orang pertama yang menjadi muwah-hidin, sebagai fithrah asasi yang melekat pada diri manusia. Manusia sepanjang sejarahnya sejak Adam as hingga Nuh as – semoga Allah mencurahkan kesejahteraan kepada mereka – yang diperkirakan berjarak 10 abad, masih tetap berada di atas landasan tauhid. Sebuah kehidupan Islami yang di-tandai adanya pengabdian dan peribada-tan hanya kepada Allah swt dalam seluruh aspek kehidupannya, dan hal ini telah berhasil diwu-judkan oleh Adam as da-lam bentuk pentauhidan yang utuh di alam nyata.
Kehidupan Islami ini berlangsung sampai mun-culnya penyimpangan besar dari rel kehidupan zaman ummat Nabi Nuh as dalam bentuk kesyirikan kepada Allah swt. Pengabdian yang beralih kepada penyembahan ber-hala-berhala Wad, Suwa`, Yaguts, Ya`uq dan Nashr tersebar – di mana pada mulanya mereka adalah nama orang-orang shalih di kalangan mereka– yang telah merubah tujuan hakiki dari kehidupan manusia itu sendiri. Inilah titik mula terjadinya penyimpangan hakiki kehidupan insan di muka bumi, dari ketau-hidan dan pengabdian hidup hanya kepada Allah swt menuju kehidupan syirik yang penuh kehinaan dan kehancuran bagi alam semesta.
Saat itu dan saat-saat sesudahnya, kafilah-kafilah rasul dan para nabi di utus setiap za-mannya oleh Allah swt tanpa henti untuk mengadakan langkah-langkah, usaha-usaha dan gerakan-gerakan mengembalikan ma-nusia ke arah tujuan diciptakannya yaitu tauhid dan pengabdian hanya kepada-Nya, hingga ditutup dan disempurnakan oleh rasul dan nabi terakhir, Nabi Muhammad saw. Usaha, langkah dan gerakan dakwah kepada tawhīdullah merupakan program dasar dan utama yang dilakukan para nabi dan para rasul sebagai pemimpin dan penghulu para da`i di jalan Allah swt. Sebuah tugas utama dan mulia yang mereka sandang sebagai makhluk dan manusia terhormat dan terpuji di alam semesta. Usaha-usaha, langkah-lang-kah dan gerakan-gerakan yang gigih dan tiada henti yang mereka lakukan, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, baik pagi maupun petang, baik di saat sendiri maupun di saat bersama para pendukungnya telah menjelma menjadi sebuah kafilah dari hara-kah dakwah Islamiyyah yang agung dan mulia.
Kafilah harakah da`wah Islamiyyah inipun terjelma dalam bangunan dakwah jihad dan daulah di masa Rasulullah saw dan khulafa rasyidin yang penuh dengan hidayah dan ‘inayah Allah swt, hingga kemenangan (berkuasa di muka bumi sebagai orang yang beriman kepada Allah), gelombang besar manusia yang masuk ke dalam rah-mat Islam dan rasa aman yang menyeli-muti ummat dalam agama, akal, jiwa, harta dan kehormatan merekapun terbukti dalam fakta kehidupan yang nyata. Bagi mereka –karena hidayah al-Qur`an dan al-Sunnah– siapa saja yang menjadi muslim tanpa memiliki peran dan tanggung ja-wab terhadap Islam itu sendiri, maka berarti dia telah menempatkan dirinya sama seperti sikap beragamanya para pendeta di gereja-gereja dan para biksu di kuil-kuil dan kelenteng-kelenteng me-reka yang bersikap rahbaniyyah bid‘iyyah.
Masa ini menjadi masa penentu kesem-purnaan agama dan beragama, penentu berpikir dan beramal tentang agama dan kehidupan beragama. Masa ini menjadi batu ujian dalam kebenaran beraqidah, beribadah, berakhlak dan beragama se-cara menyeluruh untuk seluruh ummat, di mana semua kebenaran itu harus diu-kur oleh sejauh mana menepati kebenaran yang dipegang oleh Rasulullah saw dan para shahabatnya. Itulah manhaj Ahlus Sunnah wal Jama`ah yang terpolakan dalam al-Kitab, al-Sunnah dan manhaj al-Salaf al-Shaleh yang diridhai Allah swt serta jalan keselamatan dan kemenangan yang telah ditetapkan-Nya. Manhaj ini-lah yang dianut, dipegang dengan teguh, diamalkan, didakwahkan dan disebarkan dengan harakah tingkat tinggi, hingga dengan mengorbankan sesuatu yang ter-mahal dalam kehidupan.
Di antara perintah Rabbani yang pertama kali diturunkan dalam al-Qur`an adalah:
Perintah memberi peringatan dan me-nyampaikan wahyu kepada seluruh makhluk, sebuah harakah yang tak boleh berhenti.

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ
“Hai orang yang berkemul (berselimut), ba-ngunlah, lalu berilah peringatan!” [QS. al-Muddatstsir (74): 1-2]

Kemudian, berlanjut dengan apa yang di-namakan fiqh dakwah, di mana ayat yang turun berisi tentang situasi dakwah, seperti dalam firman Allah swt:

قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي اَدْعُوا إِلَى اللهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَ مَنِ اتَّبَعَنِي وَ سُبْحَانَ اللهِ وَ مَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
“Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (ka-lian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” [QS. Yūsūf (12): 108]

{ اُدْعُ إِلَى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَ الْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَ جَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ }

“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu de-ngan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [QS. al-Nahl [(16): 125
Ayat-ayat tersebut menggambarkan sosok seorang da`i muslim yang mengikuti jejak hidup Nabi saw, Muslim Harakiy Sunniy.

Di antara pembentukan penting pertama yang diperhatikan Rasulullah saw adalah ke-pribadian da`i yang akan mengemban dan menyebarkan tanggung jawab dakwah. Orang pertama yang beliau dakwahkan adalah Abu Bakar al-Shiddiq ra yang merupakan sosok yang tidak pernah berhenti dan lelah dalam berdakwah. Bahkan, beliaulah orang per-tama yang bergerak (berharaki) menye-barkan dakwah secara maksimal, hingga 6 orang tokoh pemuda Quraisy masuk Islam, di samping upayanya yang besar dalam membebaskan para budak yang masuk Islam dari belenggu perbudakan.
Sesungguhnya gerakan para shahabat Nabi saw setelah beliau wafat merupakan bukti nyata bahwa kepribadian yang be-liau bentuk dan bina adalah kepribadian mutaharrik (pergerakan) terhadap dien yang tidak pernah diam dan beku.

Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata:
“Menyampaikan sunnah Nabi kepada ummat lebih utama daripada mengirim-kan anak panah ke leher-leher musuh, ka-rena mengirimkan anak panah dapat di-lakukan oleh mayoritas manusia, sedang-kan menyampaikan sunnah beliau tidak dapat ditunaikan kecuali oleh para pewaris Nabi dan khalifah ummat. Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan me-reka dengan karamah dan nikmat-Nya”

Imam al-Ghazali rahimahullah berkata:
“Ketahuilah! Setiap orang yang duduk dalam rumahnya saat ini, bagaimanapun keadaannya, tidak akan pernah lepas dari berbagai kemungkaran. Bayangkan, ber-diam diri dari upaya memberi penerangan, pengajaran dan pengarahan yang ma’ruf kepada manusia, padahal mayoritas ma-nusia di kota-kota besar berada dalam ke-jahilan terhadap syarat-syarat shalat me-nurut syari`at, terlebih lagi yang berada di desa-desa dan pelosok-pelosok kampung, baik dari bangsa Arab desa, Kurdi dan Turkistan maupun seluruh manusia. Se-sungguhnya di setiap masjid dan wilayah seharusnya memiliki orang alim yang da-pat mengajarkan dien kepada manusia, begitu pula di desa-desa. Dan wajib bagi setiap orang alim –setelah selesai menu-naikan fardhu ‘ainnya dan fardhu kifa-yahnya– untuk keluar ke kota-kota tetang-ganya, baik yang berkulit hitam, bangsa Arab, Kurdi dan lain-lain, memberikan pengajaran dien dan syari`at-syari`at yang fardhu bagi mereka”.

Malik bin Dinar berkata:
“Seandainya aku mampu tidak tidur, niscaya aku tidak akan tidur khawatir siksaan Allah menimpa di saat aku sedang tidur. Dan sean-dainya aku menemukan para pendukung, nis-caya aku aku menyebarkan mereka ke seluruh dunia untuk menyerukan: Wahai manusia, takutlah api neraka! Takutlah api neraka!”

Ibrahim bin As`ats berkata:
“Dahulu, setiap kali kami keluar bersama al-Fudha’il bin `Iyadh untuk mengantar jenazah, beliau tiada henti-hentinya memberikan nase-hat, mengingatkan dan menangis, sampai seakan-akan dia mau berpisah dengan para shahabatnya menuju akhirat hingga sampai ke pekuburan, beliau duduk seakan-akan ber-ada di tengah para mayit, berduka dan mena-ngis sampai beliau berdiri, seakan-akan beliau baru kembali dari akhirat memberitahukan kejadian di sana”

Syuja` bin Walid berkata:
“Dahulu, aku keluar bersama Sufyan al-Tsawri. Di mana waktu pulang dan pergi, lisan beliau tidak pernah lelah untuk beramar ma`ruf dan nahi munkar”
Imam al-Zuhri sendiri tidak pernah merasa cukup hanya mentarbiyah generasi penerus dan mencetak para imam hadits, bahkan be-liau keluar terjun langsung ke desa-desa Arab untuk mengajarkan manusia.
Seorang ahli fiqih dan penasehat, Ahmad al-Ghazali (saudara Imam al-Ghazali) masuk ke kampung-kampung dan pelosok-pelosok untuk memberikan nasehat kepada penduduk sebagai taqarrubnya kepada Allah swt.
Taharruk (bergerak) untuk agama dengan mengerahkan kemampuan secara maksimal dalam berdakwah di jalan Allah swt, mene-gakkan syari`at dan meninggikan kalimat-Nya di muka bumi wajib menjadi unsur asasi dalam sendi-sendi keimanan setiap muslim. Sehingga di setiap waktunya, diapun meng-hisab diri dengan bertanya: Apakah yang telah aku baktikan untuk agama Allah swt?
Gelisah di pembaringannya tiada henti, tidak asyik dalam dengkuran tidurnya, tidak nikmat dalam kemilau hidupnya. Berita-berita kaum muslimin membuat-nya senang dan sedih. Dia terus berpikir untuk menjalani sampainya kebenaran kepada setiap makhluk, khawatir lalai tidak sempurna. Dia tidak hanya berpikir untuk tetangganya saja, kawannya atau karib kerabatnya saja. Dia berpikir untuk seluruh penduduk belahan bumi mana-pun, bagaimana memasukkan mereka ke dalam Islam.
Alangkah banyaknya kelalaian yang kita ciptakan, jika bukan karena takut, mungkin karena lemah. Kita meminta ampun dan bertaubat kepada Allah swt atas kelalaian yang kita perbuat. Sudah waktunya untuk kita katakan semaksimal yang kita mampu, sebagai kaffarat (peng-hapus) kekeliruan masa lalu dan dosa-dosa yang telah terlewat. Tidak lain ke-cuali mengharap maaf Allah swt dan rahmat-Nya. Umur berlalu dengan cepat dan kehidupan hampir mencapai finish-nya. Ya, memang sudah waktunya meng-ungkapkan seluruh kondisi kaum mus-limin dan membela Islam semaksimal mungkin dengan ungkapan tegas, kalimat yang jelas dan amal yang lugas. Kita ti-dak perlu takut kepada siapapun kecuali Allah swt. Semua terjadi menurut batas yang diizinkan Allah swt kepada kita, bahkan Dia mewajibkan kita untuk me-ngatakannya dengan hidayah Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya saw.
Negeri-negeri yang ada di belahan dunia Islam telah terperosok dalam ju-rang yang dalam tanpa tepi, jurang keka-firan, kebebasan dan kehancuran. Jika kita tidak berdiri menjadi nadzīr (pengingat kewaspadaan), atau tidak mengawasi mereka dari api jahanam, tentu kitapun ikut terperosok bersama mereka, tertimpa berbagai bencana seperti mereka, serta dosa berlipat yang akankita terima.